ALHIKAM
ibnu 'Atho'illah asSyakandary ra.
MUQODDIMAH
Segala puji bagi
Allah, Tuhan yang mengisi [memenuhi] hati para wali-Nya dengan kasih sayang-Nya
dan mengistimewakan jiwa mereka dengan memperhatikan kebesaran-Nya dan
mempersiapkan Rahasia mereka untuk menerima ma'rifat-Nya, maka hati nurani
mereka merasa bergembira dalam kebun ma'rifat-Nya dan roh mereka terasa nikmat
di alam malakut-Nya, sedang Rahasia mereka berenang di lautan jabarut, maka
keluar dari alam pikiran mereka berbagai permata ilmu dan dari lidah mereka
mutiara hikmah. Maha suci Allah yang memilih mereka untuk mendekat pada-Nya dan
mengutamakan mereka dengan kasih sayang-Nya. Maka terbagi antara mereka salik
dan majdzub dan menyintai dengan yang dicintai, mereka tenggelam dalam cinta
Dzat-Nya dan timbul kembali karena memperhatikan sifat-Nya. Kemudian shalawat
dan salam atas Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam sumber dari
semua ilmu dan cahaya, bibit dari semua ma'rifat dan sir [rahasia]. Dan semoga
Allah ridha pada keluarga dan sahabatnya yang tetap taat mengikuti jejaknya.
Amiiin.
Adapun dalam
segala masa, maka ilmu tasawuf yang dahulunya atau hakikatnya ilmu tauhid untuk
mengenal Allah, maka termasuk semulia-mulia ilmu terbesar dan tertinggi, sebab
ia sebagai intisari dari pada syari'at, bahkan menjadi sendi yang utama dalam
agama Islam, sebab Allah telah berfirman: "Wa maa khalaq tul jinna wal insan illa liya'buduun".
[Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka menyembah Aku].
Karena pengertian ilmu Tauhid telah berubah namanya menjadi ilmu kalam, ilmu
filsafat yang sama sekali, seakan-akan tidak ada hubungannya dengan akhlak dan
amal usaha, maka timbul nama ilmu tauhid yang dijernihkan kembali dari sumber
yang semula di ajarkan dan dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan
sahabatnya. Sebab dari ilmu inilah akan dapat memancar nur [cahaya] hakikat,
sehingga dapat menilai semua soal hidup dan penghidupan ini dengan bimbingan
dan pentunjuk Allah dan pelaksanaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Sedang kitab yang disusun oleh Abul Fadhel Ahmad bin Muhammad bin Isa bin al-Husain bin Athaillah al-Iskandary. Salah satu kitab yang sangat baik menjadi pedoman dalam ajaran tauhidnya, sehingga tampak benar bahwa ia berupa ilmu ladunni dan rahasia quddus.
Sedang kitab yang disusun oleh Abul Fadhel Ahmad bin Muhammad bin Isa bin al-Husain bin Athaillah al-Iskandary. Salah satu kitab yang sangat baik menjadi pedoman dalam ajaran tauhidnya, sehingga tampak benar bahwa ia berupa ilmu ladunni dan rahasia quddus.
Adapun
definisi ilmu tasawuf [tauhid], Junaid al-Baghdadi berkata:
"Mengenal Allah, sehingga antaramu dengan Allah tidak ada perantara
[hubungan dengan Allah tanpa perantara]. - Menerapkan dalam kehidupan semua
akhlak yang terpuji menurut apa yang telah di sunnahkan oleh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam dan meninggalkan akhlak yang tercela. -
Mengendalikan hawa nafsu sesuai kehendak Allah. - Merasa tidak memiliki apapun
dan juga tidak dimiliki oleh siapapun kecuali Allah. Adapun caranya: Mengenal
Asmaa Allah dengan penuh keyakinan, sehingga menyadari sifat-sifat dan af'al
Allah di dunia ini. Maka Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang
telah mengajarkan dari tuntunan wahyu dan melaksanakannya lahir-batin sehingga
diikuti oleh para sahabat-sahabatnya radhiallahu 'anhu.
Adapun mamfaatnya:
Mendidik hati sehingga mengenal Dzat Allah, sehingga berbuah kelapangan dada,
kesucian hati dan berbudi pekerti yang luhur menghadapi semua makhluk.
Abul Hasan asy-Syadzily radhiallahu 'anhu berkata: Pengembaraan kami terdiri diatas lima: 1. Taqwa kepada Allah lahir dan batin dalam kesendirian dan di depan publik. 2. Mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam semua kata dan perbuatan. 3. Mengabaikan semua makhluk dalam kesukaan ataupun dalam kebencian mereka. [tidak menghiraukan apakah mereka suka atau benci]. 4. Rela [ridha] menurut hukum [takdir] Allah, baik yang ringan maupun yang berat. 5. Kembali kepada Allah dalam suka dan duka. Maka untuk melaksanakan taqwa harus berlaku wara' [menjauh dari makruh, subhat dan haram] dan tetap istiqamah dalam mentaati semua perintah dan tetap tabah tidak berubah. Dan untuk melaksanakan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, harus berhati-hati dan menerapkan budi pekerti yang baik. Dan mengabaikan makhluk dengan sabar dan tawakkal [berserah diri kepada Allah subhanahu wataala]. Rela [ridha] pada Allah atas segala takdir-Nya dan merasa cukup dan tidak tamak terhadap sesuatu. Mengembalikan segala-galanya hanya kepada Allah dalam suka dan duka dengan bersyukur dalam suka dan berlindung kepada-Nya dalam duka. Dan semua ini pada intinya ada 5 hal: 1. Semangat yang tinggi. 2. Berhati-hati pada yang haram dan menjaga kehormatan. 3. Taat dan memahami diri sebagai seorang hamba. 4. Melaksanakan kewajiban. 5. Menghargai nikmat. Maka barangsiapa yang bersemangat tinggi, pasti naik tingkat derajatnya. Dan barangsiapa yang meninggalkan larangan yang diharamkan Allah, maka Allah akan menjaga kehormatannya. Dan barangsiapa yang benar dalam taatnya, pasti mencapai tujuan kebesaran-Nya dan kemulian-Nya. Dan barangsiapa yang melaksanakan kewajibannya dengan baik, maka bahagia hidupnya. Dan barangsiapa yang menghargai nikmat, berarti mensyukuri dan selalu akan menerima tambahan nikmat yang lebih besar.
Abul Hasan asy-Syadzily radhiallahu 'anhu berkata: Pengembaraan kami terdiri diatas lima: 1. Taqwa kepada Allah lahir dan batin dalam kesendirian dan di depan publik. 2. Mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam semua kata dan perbuatan. 3. Mengabaikan semua makhluk dalam kesukaan ataupun dalam kebencian mereka. [tidak menghiraukan apakah mereka suka atau benci]. 4. Rela [ridha] menurut hukum [takdir] Allah, baik yang ringan maupun yang berat. 5. Kembali kepada Allah dalam suka dan duka. Maka untuk melaksanakan taqwa harus berlaku wara' [menjauh dari makruh, subhat dan haram] dan tetap istiqamah dalam mentaati semua perintah dan tetap tabah tidak berubah. Dan untuk melaksanakan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, harus berhati-hati dan menerapkan budi pekerti yang baik. Dan mengabaikan makhluk dengan sabar dan tawakkal [berserah diri kepada Allah subhanahu wataala]. Rela [ridha] pada Allah atas segala takdir-Nya dan merasa cukup dan tidak tamak terhadap sesuatu. Mengembalikan segala-galanya hanya kepada Allah dalam suka dan duka dengan bersyukur dalam suka dan berlindung kepada-Nya dalam duka. Dan semua ini pada intinya ada 5 hal: 1. Semangat yang tinggi. 2. Berhati-hati pada yang haram dan menjaga kehormatan. 3. Taat dan memahami diri sebagai seorang hamba. 4. Melaksanakan kewajiban. 5. Menghargai nikmat. Maka barangsiapa yang bersemangat tinggi, pasti naik tingkat derajatnya. Dan barangsiapa yang meninggalkan larangan yang diharamkan Allah, maka Allah akan menjaga kehormatannya. Dan barangsiapa yang benar dalam taatnya, pasti mencapai tujuan kebesaran-Nya dan kemulian-Nya. Dan barangsiapa yang melaksanakan kewajibannya dengan baik, maka bahagia hidupnya. Dan barangsiapa yang menghargai nikmat, berarti mensyukuri dan selalu akan menerima tambahan nikmat yang lebih besar.
Abul Hasan asy-Syadzily radhiallahu 'anhu berkata: Aku dipesan
oleh guruku [Abdul Salam bin Masyisy radhiallahu 'anhu] : "Janganlah kamu
melangkahkan kaki kecuali untuk sesuatu yang dapat mencapai keridhaan Allah,
dan jangan duduk di majlis kecuali yang aman dari murka Allah. Dan jangan
bersahabat kecuali kepada orang yang dapat membantu berbuat taat kepada Allah.
Dan jangan memilih sahabat karib kecuali orang yang menambah keyakinanmu
terhadap Allah, yang demikian ini sudah jarang untuk didapat.
Sayid Ahmad al-Badawi radhiallahu 'anhu berkata: "Perjalanan kami berdasarkan kitab Allah dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: 1. Benar dan jujur. 2. Bersih hati. 3. Menepati janji. 4. Bertanggung jawab dalam tugas dan derita. 5. Menjaga kewajiban." Seorang muridnya yang bernama Abdul Ali bertanya: Apakah syarat yang harus diperbuat oleh orang yang ingin menjadi wali Allah? Jawabnya: Seorang yang benar-benar dalam syariat ada 12 tanda-tandanya: 1. Benar-benar mengenal Allah [yakni mengerti benar tauhid dan penuh keyakinan kepada Allah]. 2. Menjaga benar-benar perintah Allah. 3. Berpegang teguh pada sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. 4. Selalu berwudhu [bila berhadas segera berwudhu kembali]. 5. Rela menerima ketentuan [takdir] Allah dalam suka maupun duka. 6. Yakin terhadap semua janji Allah. 7. Putus harapan dari semua apa yang di tangan mkhluk. 8. Tabah, sabar menanggung berbagai derita dan gangguan orang. 9. Rajin mentaati perintah Allah. 10. Kasih sayang terhadap semua makhluk Allah. 11. Tawadhu, merendah diri terhadap yang tua dan muda. 12. Menyadari selalu bahwa syaitan itu musuh yang utama. Sedang kendaraan syaitan itu dalam hawa nafsumu dan selalu berbisik untuk mempengaruhimu. Firman Allah: "Innasysyaithana laku aduwwun fattakhi dzuhu aduwwa." [Sesungguhnya syaitan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh. QS. Fathir 6]. Kemudian Ahmad Badawi melanjutkan nasehatnya; Wahai Abdul Ali: Berhati-hatilah kepada cinta dunia, sebab itu bibit segala dosa dan dapat merusak amal saleh. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Hubbud dunia ra'su kulli khathi'ah" [Cinta pada dunia itu sumber segala kejahatan]. Sedang Allah subhanahu wataala berfirman: ''Inna Allaha ma'alladzinat taqau walladzina hum muhsinun" [Sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang bertakwa, dan orang-orang yang berbuat kebaikan. QS. an-Nahl 128]. Orang boleh mempunyai kekayaan di dunia ini, tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang jangan cinta dunia, seperti Nabi Sulaiman 'alaihi salam dan para sahabat yang kaya, kita harus menundukkan dunia, dunia tidak boleh di letakkan dalam hati. Wahai Abdul Ali! Kasihanilah anak yatim dan berikan pakaian pada orang yang tidak berpakaian, dan beri makan pada orang yang lapar, dan hormatilah tamu dan orang dalam perantauan, semoga semoga dengan begitu kamu diterima oleh Allah. Dan perbanyaklah dzikir, jangan sampai termasuk golongan orang yang lalai disisi Allah. Dan ketahuilah bahwa satu rakaat di waktu malam lebih baik dari seribu rakaat di waktu siang, dan jangan mengejek/merendahkan orang yang tertimpa musibah. Dan jangan berkata ghibah atau namimah [membicaraka aib seseorang atau mengadu domba seseorang dengna yang lain]. Dan jangan membalas mengganggu orang yang telah mengganggumu. Dan maafkan orang yang menganiayamu. Dan berilah pada orang yang kikir padamu. Dan berlaku baik pada orang yang jahat padamu. Dan sebaik-baik moral [budi pekerti] seseorang ialah yang sempurna imannya. Dan barangsiapa tidak berilmu, maka tidak berharga di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang tidak sabar, tidak berguna ilmunya. Barangsiapa yang tidak dermawan, tidak mendapat keuntungan dari kekayaannya. Barangsiapa tidak sayang kepada sesama manusia, tidak mendapat hak syafaat disisi Allah. Barangsiapa yang tidak bertakwa, tidak berharga disisi Allah. Dan barangsiapa yang tidak memiliki sifat-sifat ini, tidak mendapat tempat di surga. Berzikirlah kepada Allah dengan hati yang khusyu' dan waspadalah terhadap sesuatu yang melalaikan, sebab lalai itu menyebabkan hati beku. Dan serahkan dirimu pada Allah, dan relakan hatimu menerima musibah, ujian sebagaimana kegembiraanmu ketika menerima nikmat dan tundukkan hawa nafsu dengan meninggalkan syahwat.
Sayid Ahmad al-Badawi radhiallahu 'anhu berkata: "Perjalanan kami berdasarkan kitab Allah dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: 1. Benar dan jujur. 2. Bersih hati. 3. Menepati janji. 4. Bertanggung jawab dalam tugas dan derita. 5. Menjaga kewajiban." Seorang muridnya yang bernama Abdul Ali bertanya: Apakah syarat yang harus diperbuat oleh orang yang ingin menjadi wali Allah? Jawabnya: Seorang yang benar-benar dalam syariat ada 12 tanda-tandanya: 1. Benar-benar mengenal Allah [yakni mengerti benar tauhid dan penuh keyakinan kepada Allah]. 2. Menjaga benar-benar perintah Allah. 3. Berpegang teguh pada sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. 4. Selalu berwudhu [bila berhadas segera berwudhu kembali]. 5. Rela menerima ketentuan [takdir] Allah dalam suka maupun duka. 6. Yakin terhadap semua janji Allah. 7. Putus harapan dari semua apa yang di tangan mkhluk. 8. Tabah, sabar menanggung berbagai derita dan gangguan orang. 9. Rajin mentaati perintah Allah. 10. Kasih sayang terhadap semua makhluk Allah. 11. Tawadhu, merendah diri terhadap yang tua dan muda. 12. Menyadari selalu bahwa syaitan itu musuh yang utama. Sedang kendaraan syaitan itu dalam hawa nafsumu dan selalu berbisik untuk mempengaruhimu. Firman Allah: "Innasysyaithana laku aduwwun fattakhi dzuhu aduwwa." [Sesungguhnya syaitan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh. QS. Fathir 6]. Kemudian Ahmad Badawi melanjutkan nasehatnya; Wahai Abdul Ali: Berhati-hatilah kepada cinta dunia, sebab itu bibit segala dosa dan dapat merusak amal saleh. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Hubbud dunia ra'su kulli khathi'ah" [Cinta pada dunia itu sumber segala kejahatan]. Sedang Allah subhanahu wataala berfirman: ''Inna Allaha ma'alladzinat taqau walladzina hum muhsinun" [Sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang bertakwa, dan orang-orang yang berbuat kebaikan. QS. an-Nahl 128]. Orang boleh mempunyai kekayaan di dunia ini, tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang jangan cinta dunia, seperti Nabi Sulaiman 'alaihi salam dan para sahabat yang kaya, kita harus menundukkan dunia, dunia tidak boleh di letakkan dalam hati. Wahai Abdul Ali! Kasihanilah anak yatim dan berikan pakaian pada orang yang tidak berpakaian, dan beri makan pada orang yang lapar, dan hormatilah tamu dan orang dalam perantauan, semoga semoga dengan begitu kamu diterima oleh Allah. Dan perbanyaklah dzikir, jangan sampai termasuk golongan orang yang lalai disisi Allah. Dan ketahuilah bahwa satu rakaat di waktu malam lebih baik dari seribu rakaat di waktu siang, dan jangan mengejek/merendahkan orang yang tertimpa musibah. Dan jangan berkata ghibah atau namimah [membicaraka aib seseorang atau mengadu domba seseorang dengna yang lain]. Dan jangan membalas mengganggu orang yang telah mengganggumu. Dan maafkan orang yang menganiayamu. Dan berilah pada orang yang kikir padamu. Dan berlaku baik pada orang yang jahat padamu. Dan sebaik-baik moral [budi pekerti] seseorang ialah yang sempurna imannya. Dan barangsiapa tidak berilmu, maka tidak berharga di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang tidak sabar, tidak berguna ilmunya. Barangsiapa yang tidak dermawan, tidak mendapat keuntungan dari kekayaannya. Barangsiapa tidak sayang kepada sesama manusia, tidak mendapat hak syafaat disisi Allah. Barangsiapa yang tidak bertakwa, tidak berharga disisi Allah. Dan barangsiapa yang tidak memiliki sifat-sifat ini, tidak mendapat tempat di surga. Berzikirlah kepada Allah dengan hati yang khusyu' dan waspadalah terhadap sesuatu yang melalaikan, sebab lalai itu menyebabkan hati beku. Dan serahkan dirimu pada Allah, dan relakan hatimu menerima musibah, ujian sebagaimana kegembiraanmu ketika menerima nikmat dan tundukkan hawa nafsu dengan meninggalkan syahwat.
1."BERSANDARLAH
PADA ALLOH JANGAN PADA AMAL”
٭ مِنْ علاماتِ الا ِعْتِمادِ عَلىَ
العَملِ نـُقـَصَانُ الرَّجاءِعِنْدَ وُجُوْدِ الزَّلل ِ٭
1.“Sebagian dari tanda bahwa seorang itu
bergantung pada kekuatan amal dan usahanya, yaitu berkurangnya pengharapan atas
rahmat dan karunia Allah ketika terjadi padanya suatu kesalahan dan dosa.
Orang yang melakukan amal ibadah itu pasti
punya pengharapan kepada Alloh, meminta kepada Alloh supaya hasil
pengharapannya, akan tetapi jangan sampai orang beramal itu bergantung pada
amalnya, karena hakikatnya yang menggerakkan amal ibadah itu Alloh,. sehingga
apabila terjadi kesalahan, seperti, terlanjur melakukan maksiat, atau
meninggalkan ibadah rutinnya, ia merasa putus asa dan berkurang pengharapannya
kepada Alloh. sehingga apabila berkurang pengharapan kepada rohmat Alloh, maka
amalnyapuan akan berkurang dan akhirnya berhenti beramal.
seharusnya dalam beramal itu semua
dikehendaki dan dijalankan oleh Alloh. sedangkan dirikita hanya sebagai media
berlakunya Qudrat Alloh.
Kalimat: Laa ilaha illalloh. Tidak
ada Tuhan, berarti tidak ada tempat bersandar, berlindung, berharap kecuali
Alloh, tidak ada yang menghidupkan dan mematikan, tidak ada yang memberi dan
menolak melainkan Alloh.
Pada dasarnya syari’at menyuruh kita
berusaha dan beramal. Sedang hakikat syari’at melarang kita menyandarkan diri
pada amal dan usaha itu, supaya tetap bersandar pada karunia dan rahmat Alloh
subhanahu wata’ala.
Apabila kita dilarang menyekutukan Alloh
dengan berhala, batu, kayu, pohon, kuburan, binatang dan manusia, maka
janganlah menyekutukan Allah dengan kekuatan diri sendiri, seakan-akan merasa
sudah cukup kuat dapat berdiri sendiri tanpa pertolongan Allah, tanpa rahmat,
taufik, hidayat dan karunia Allah subhanahu wata’ala.
2.“TAJRID dan KASAB”
٭ إرادَتـُكَ التَجْرِيْدَ معَ اِقامةِاللهِ اِيّاكَ فى
الاَسْبَابِ مِنَ الشَهْوةِ الخفِيَّةِ، وَإرادَتـُكَ الاَسْبَابِ معَ
اِقامةِاللهِ اِيّاكَ فى التَجْرِيْدَ اِنْحطاط ٌ عن الهِمَّةِ العَليَّةِ ٭
2.“Keinginanmu untuk tajrid [hanya
beribadat saja tanpa berusaha untuk dunia], padahal Allah masih menempatkan
engkau pada golongan orang-orang yang harus berusaha [kasab], maka keinginanmu
itu termasuk nafsu syahwat yang samar [halus]. Sebaliknya keinginanmu untuk
berusaha [kasab], padahal Allah telah menempatkan dirimu pada golongan orang
yang harus beribadat tanpa kasab [berusaha], maka keinginan yang demikian
berarti menurun dari semangat yang tinggi”.
Sebagai seorang yang beriman, haruslah
berusaha menyempurnakan imannya dengan berfikir tentang ayat-ayat Alloh, dan
beribadah dan harus tahu bahwa tujuan hidup itu hanya untuk
beribadah(menghamba) kepada Alloh,sesuai tuntunan Al-qur’an.
Tetapi setelah ada semangat dalam ibadah,
kadang ada yang berpendapat bahwa salah satu yang merepoti/mengganggu dalam
ibadah yaitu bekerja(kasab). Lalu berkeinginan lepas dari kasab/usaha dan hanya
ingin melulu beribadah.
Keinginan yang seperti ini termasuk
keinginan nafsu yang tersembunyi/samar.
Sebab kewajiban seorang hamba, menyerah
kepada apa yang dipilihkan oleh majikannya. Apa lagi kalau majikan itu adalah
Alloh yang maha mengetahui tentang apa yang terbaik bagi hambanya.
Dan tanda-tanda bahwa Alloh menempatkan
dirimu dalam golongan orang yang harus berusaha [kasab], apabila terasa ringan
bagimu, sehingga tidak menyebabkan lalai menjalankan suatu kewajiban dalam
agamamu, juga menyebabkan engkau tidak tamak [rakus] terhadap milik orang lain.
Dan tanda bahwa Allah mendudukkan dirimu
dalam golongan hamba yang tidak berusaha [Tajrid]. Apabila Tuhan memudahkan
bagimu kebutuhan hidup dari jalan yang tidak tersangka, kemudian jiwamu tetap
tenang ketika terjadi kekurangan, karena tetap ingat dan bersandar kepada
Tuhan, dan tidak berubah dalam menunaikan kewajiban-kewajiban.
Syeikh Ibnu ‘Atoillah berkata :
“Aku datang kepada guruku Syeikh Abu Abbas al- mursy. Aku merasa, bahwa untuk sampai kepada Allah dan masuk dalam barisan
para wali dengan sibuk pada ilmu lahiriah dan bergaul dengan sesama manusia
(kasab) agak jauh dan tidak mungkin. tiba-tiba sebelum aku sempat bertanya,
guru bercerita: Ada seorang ahli dibidang ilmu lahiriah, ketika ia dapat merasakan
sedikit dalam perjalanan ini, ia datang kepadaku sambil berkata: Aku akan
meninggalkan kebiasaanku untuk mengikuti perjalananmu. Aku menjawab: Bukan itu
yang kamu harus lakukan, tetapi tetaplah dalam kedudukanmu, sedang apa yang
akan diberikan Allah kepadamu pasti sampai kepadamu.
3.“KEKUATAN TAQDIR”
٭ سَوَابِقُ الهِماَمِ لاَ تَحْرِقُ اَسْوَرَالاَقْدَارِ ٭
3. "Kerasnya himmah /semangat
perjuangan, tidak dapat menembus tirai takdir”
kekeramatan atau kejadian-kejadian yang
luar biasa dari seorang wali itu, tidak dapat menembus keluar dari takdir, maka
segala apa yang terjadi semata-mata hanya dengan takdir Alloh."
Hikmah ini menjadi ta’lil atau sebab dari
hikmah sebelumnya (Iroodatuka tajriid) seakan akan Mushonnif berkata: Hai
murid, keinginan/himmahmu pada sesuatu, itu tidak ada gunanya, karena himmah
yang keras/kuat itu tidak bisa menjadikan apa-apa seperti yang kau inginkan,
apabila tidak ada dan bersamaan dengan taqdir dari Alloh. Jadi hikmah ini
(Sawa-biqul himam) mengandung arti menentramkan hati murid dari keinginannya
yang sangat.
SAWAA-BIQUL HIMAM (keinginan yang kuat):
apabila keluar dari orang-orang sholih/walinya Alloh itu disebut: Karomah.
Apabila keluar dari orang fasiq disebut istidroj/ penghinaan dari Alloh.
Firman Allah subhanahu wata’ala: “Dan tidaklah kamu berkehendak, kecuali apa yang dikehendaki Alloh
Tuhan yang mengatur alam semesta.” [At-Takwir 29]. “Dan tidaklah kamu menghendaki kecuali apa yang dikehendaki oleh
Alloh, sungguh Alloh maha mengetahui, maha bijaksana.” [QS. Al-Insaan 30].
4. “Jangan ikut
Mengatur”
٭ اَرِحْ نَفْسَكَ منَ التـَدْ بـِيْرِفماَ قامَ بهِ غيرُكَ عَنْكَ
لا تقـُمْ بهِ لنـَفـْسك ٭
4."Istirahat/enakkan dirimu/pikiranmu
dari kesibukan mengatur dirimu, dari apa-apa yang telah diatur/dijamin oleh
selain kamu(yaitu Alloh), tidak perlu engkau ikut sibuk memikirkannya."
Yang di maksud TADBIIR (mengatur diri
sendiri)dalam hikmah ini yaitu Tadbir yang tidak di barengi dengan Tafwiidh (menyerahkan kepada Alloh).
Apabila Tadbir itu dibarengi dengan Tafwidh itu diperbolehkan, bahkan
Rosululloh bersabda: At-tadbiiru nishful ma-‘isyah.(mengatur apa yang menjadi keperluan itu sebagian dari hasilnya
mencari ma’isah/penghidupan).
Hadits ini mengandung anjuran untuk
membuat peraturan didalam mencari fadholnya Alloh. pengertian Tadbir disini
ialah menentukan dan memastikan hasil. karena itu semua menjadi aturan Alloh.
al-hasil, Tadbir yang dilarang yaitu ikut
mengatur dan menentukan/memastikan hasilnya.
Sebagai seorang hamba wajib dan harus
mengenal kewajiban, sedang jaminan upah ada di tangan majikan, maka tidak usah
risau pikiran dan perasaan untuk mengatur, karena kuatir kalau apa yang telah
dijamin itu tidak sampai kepadamu atau terlambat, sebab ragu terhadap jaminan
Allah tanda lemahnya iman.
5.“TANDA MATA HATI YG BUTA”
٭ اِجْتِهادُكَ فيمَا ضُمنَ لكَ وتقـْصِيرُكَ فيماَ طُلبَ منكَ
دَلِيلٌ على انطِماسِ البَصِيْرَةِ منكَ ٭
5. "Kesungguhanmu untuk mencapai
apa-apa yang telah dijamin pasti akan sampai kepadamu, di samping kelalaianmu
terhadap kewajiban-kewajiban yang di amanatkan kepadamu, membuktikan butanya
mata hatimu."
Siapa saja yang disibukkan mencari apa
yang sudah dijamin Alloh seperti rizki, dan meninggalkan apa yang menjadi
perintah Alloh, itulah tanda orang yang buta hatinya.
Firman Alloh: "Dan berapa banyak makhluk bergerak yang bernyawa yang tidak
[dapat] membawa [mengurus] rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki
kepadanya dan kepadamu. Dia Maha mendengar, Maha mengetahui."[QS. al-Ankabuut 60].
Firman Alloh: "Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar
dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi
rezeki kepadamu. Dan akibat [yang baik di akhirat] adalah bagi orang yang
bertakwa." [QS. Thaha 132].
Kerjakan apa yang menjadi kewajibanmu
terhadap Kami, dan Kami melengkapi bagimu bagian Kamu.
Di sini ada dua
perkara : 1. Yang dijamin oleh Alloh, maka jangan menuduh atau berburuk sangka
kepada Alloh subhanahu wa ta'ala.
2.Yang dituntut [menjadi kewajiban bagimu] kepada Allah, maka
jangan abaikan.
Dalam sebuah hadits
Qudsy yang kurang lebih artinya: "Hambaku, taatilah semua
perintah-Ku, dan jangan memberi tahu kepada-Ku apa yang baik bagimu, [jangan
mengajari kepada-Ku apa yang menjadi kebutuhanmu].
Syeih Ibrahim al-Khawwas berkata: "Jangan memaksa diri untuk
mencapai apa yang telah dijamin dan jangan menyia-nyiakan [mengabaikan] apa
yang diamanatkan kepadamu." Oleh sebab itu, barangsiapa yang berusaha
untuk mencapai apa yang sudah dijamin dan mengabaikan apa yang menjadi tugas
dan kewajiban kepadanya, maka buta mata hatinya dan sangat bodoh.
6.“Ridho dengan
pilihan Alloh”
٭ لاَيَكُنْ تأخُرَ أمَدِ العَطَاءِ معَ الاِلحاحِ فى
الدُعاءِموجِباً لِياءسِكَ
فهُوَ
ضَمن لكَ الاِجاَبة َ فيماَ يختَاَرُهُ لكَ لا فيمَا تَختاَرُلِنفْسِكَ وَفى
الوَقتِ الَّذى يُرِيدُ لافى الوقتِ الذى تـُريدُ
6."Janganlah
keterlambatan/tertundanya waktu pemberian Tuhan kepadamu, padahal engkau
bersungguh-sungguh dalam berdo’a menyebabkan putus harapan, sebab Alloh telah
menjamin dan menerima semua do’a dalam apa yang ia kehendaki untukmu, bukan
menurut kehendakmu, dan pada waktu yang ditentukan Alloh, bukan pada waktu yang
engkau tentukan."
Alloh telah berjanji akan mengabulkan
do’a. sesuai dengan firman-Nya,“Mintalah kamu semua kepada-Ku, Aku
akan mengijabah do’amu semua”. dan Alloh berfirman, "Tuhanmulah yang menjadikan segala yang dikehendaki-Nya dan
memilihnya sendiri, tidak ada hak bagi mereka untuk memilih."
Sebaiknya seorang hamba yang tidak
mengetahui apa yang akan terjadi mengakui kebodohan dirinya, sehingga tidak
memilih sesuatu yang tampak baginya sepintas baik, padahal ia tidak mengetahui
bagaimana akibatnya. Karena itu bila Tuhan yang maha mengetahui, maha bijaksana
memilihkan untuknya sesuatu, hendaknya rela dan menerima pilihan Tuhan yang
Maha pengasih, Maha mengetahui dan Maha bijaksana. Walaupun pada lahirnya pahit
dan menyakitkan rasanya, namun itulah yang terbaik baginya, karena itu bila
berdoa, kemudian belum juga terkabulkan keinginannya, janganlah terburu-buru
putus asa.
Firman Allah: "Dan mungkin jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu
baik bagimu, dan mungkin jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik
bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." [QS. al-Baqarah 216].
Syeikh Abul Hasan asy-Syadzily
radhiallahu 'anhu ketika mengartikan ayat ini:''Sungguh telah diterima
do’amu berdua [Musa dan Harun alaihissalam] yaitu tentang kebinasaan Fir'aun
dan tentaranya, maka hendaklah kamu berdua tetap istiqamah [sabar dalam
melanjutkan perjuangan dan terus berdo’a], dan jangan mengikuti jejak orang-orang
yang tidak mengerti [kekuasaan dan kebijaksanaan Allah]." [QS. Yunus 89].
Maka terlaksananya kebinasaan Fir'aun yang
berarti setelah diterima do’a Nabi Musa dan Harun alaihissalam selama/sesudah
40 tahun lamanya.
Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam
bersabda: "Pasti akan dikabulkan do’amu selama tidak terburu-buru serta
mengatakan, aku telah berdo’a dan tidak diterima."
Anas rodhiallohu 'anhu berkata: Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada orang berdoa, melainkan
pasti diterima oleh Allah doanya, atau dihindarkan dari padanya bahaya, atau
diampuni sebagian dosanya, selama ia tidak berdoa untuk sesuatu yang berdosa
atau untuk memutus silaturrahim.
Syeih Abu Abbas al-Mursi ketika
ia sakit, datang seseorang membesuknya dan berkata: Semoga Alloh menyembuhkanmu
[Afakallohu]. Abu Abbas terdiam dan tidak menjawab.
Kemudian orang itu berkata lagi: Alloh
yu'aafika.
Maka Abu Abbas menjawab: Apakah kamu
mengira aku tidak memohon kesehatan kepada Alloh? Sungguh aku telah memohon
kesehatan dan penderitaanku ini termasuk kesehatan,
ketahuilah Rasululloh shallallohu 'alaihi
wasallam memohon kesehatan dan ia berkata: "Selalu bekas makanan khaibar
itu terasa olehku, dan kini masa putusnya urat jantungku.''
Abu Bakar as-Siddiq memohon kesehatan
dan meninggal terkena racun.
Umar bin Khottob memohon kesehatan
dan meninggal dalam keadaan terbunuh.
Usman bin Affan memohon kesehatan dan juga
meninggal dalam keadaan terbunuh.
Ali bin Abi Tholib memohon kesehatan
dan juga meninggal dalam keadaan terbunuh.
Maka bila engkau memohon kesehatan kepada
Alloh, mohonlah menurut apa yang telah ditentukan oleh Alloh untukmu, maka
sebaik-baik seorang hamba ialah yang menyerahkan segala sesuatunya menurut
kehendak Tuhannya, dan meyakini bahwa apa yang diberikan Tuhan kepadanya,
itulah yang terbaik walaupun tidak sejalan dengan nafsu syahwatnya. Dan syarat
utama untuk diterimanya doa ialah keadaan terpaksa/kesulitan. Allah subhanahu
wata'ala berfirman: "Bukankah Dia [Alloh] yang memperkenankan [do’a] orang yang
dalam kesulitan apabila dia berdo’a kepada-Nya..." [QS. an-Naml 62].
Keadaan terpaksa atau kesulitan itu,
apabila merasa tidak ada sesuatu yang di harapkan selain semata-mata karunia
Allah subhanahu wata'ala, tidak ada yang dapat membantu lagi baik dari luar
berupa orang dan benda atau dari dalam diri sendiri.
7. “Jangan meragukan
janji Alloh”
٭ لا يُشكـِّكنَّك فى الوَعدِ عدمُ
وقوعِ المَوْعُودِ وانْ تَعَيَّنَ زمَنـُهُ لـءـلاَّيَكونَ ذٰ لكَ قَدحاً فى
بصيرَتكَ واِخـْماَداًلِنورِ سَرِيرَتِكَ ٭
7."Jangan sampai kamu merasa ragu,
terhadap janji Alloh, karena tidak terlaksananya apa yang telah dijanjikan itu,
walaupun telah tertentu waktunya, supaya tidak menyalahi pandangan mata hatimu,
atau memadamkan cahaya hatimu."
Manusia sebagai hamba tidak mengetahui
kapankah Alloh akan menurunkan karunia dan rahmat-Nya, sehingga manusia jika
melihat tanda-tanda ia menduga, mungkin telah tiba saatnya, padahal bagi Alloh
belum memenuhi semua syarat yang dikehendaki-Nya, maka bila tidak terjadi apa
yang telah diduganya, hendaknya tidak ada keraguan terhadap kebenaran janji
Alloh subhanahu wata'ala.
Sebagaimana yang terjadi dalam
Sulhul [perdamaian] Hudaibiyah, ketika Rasululloh shallalloahu 'alaihi
wasallam, menceritakan mimpinya kepada sahabatnya, sehingga mereka mengira
bahwa pada tahun itu mereka akan dapat masuk ke kota Makkah dan melaksanakan
ibadah umroh dengan aman dan sejahtera [mimpi Rasululloh saw. yang tersebut
dalam surah al-Fath].
Alloh berfirman: "Sungguh Alloh akan membuktikan kepada Rosul-Nya tentang kebenaran
mimpinya bahwa kamu pasti memasuki Masjidil Haram, jika Alloh menghendaki dalam
keadaan aman, dengan menggundul rambut kepala dan memendekkannya, sedang kamu
merasa takut. Maka Alloh mengetahui apa yang tidak kamu ketahui, dan selain itu
Dia telah memberikan kemenangan yang dekat." [QS. al-Fath 27].
Sehingga ketika gagal tujuan umroh karena
di tolak oleh bangsa Quraisy dan terjadi penanda tanganan perjanjian Sulhul
[perdamaian] Hudaibiyah, yang oleh Umar dan sahabat-sahabat lainnya dianggap
sangat mengecewakan,
maka ketika Umar ra. mengajukan beberapa
pertanyaan, dijawab oleh Nabi saw: Aku hamba Alloh dan utusan-Nya dan Alloh
tidak akan mengabaikan aku.
Firman Alloh: "(Dalam menghadapi ujian dari Alloh) Sehingga Rosul dan
orang-orang yang beriman bersamanya berkata, Kapankah datang pertolongan Alloh?
Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Alloh itu dekat." [QS. al-Baqoroh 214].
8. “Ketika Alloh
membuka pintu perkenalan”
٭ اِذاَ فَتحَ لك وُجْهَة ً من
التـَّعَرُّفِ فلا تُباَلِ معها ان قَلَّ عَمَلُكَ فَاِنَّهُ مافتحَهاَ لك الا وهو
يرِيد انيتعرَفَ اليكَ
الم
تَعلم انَّ التـَّعَرُفَ هوَمورِدهُ عليكَ والاَعمالُ انتَ مُهدِ يها اليهِ واَينَ
ماتـُهد يهِ الَيهِ واَينَ ما تُهدِ يهِ اليْهِ مِمَّا هوَ مورِدهُ اليكَ ٭
8.”Apabila Tuhan membukakan bagimu suatu
jalan untuk ma’rifat [mengenal pada-Nya], maka jangan menghiraukan soal amalmu
yang masih sedikit, sebab Tuhan tidak membukakan bagimu, melainkan Ia akan
memperkenalkan diri kepadamu. Tidakkah engkau tahu bahwa ma’rifat itu
semata-mata pemberian karunia Alloh kepadamu, sedang amal perbuatanmu hanyalah
hadiahmu kepad-Nya dengan pemberian karunia Alloh kepadamu.”
Ma’rifat [mengenal] kepada Allah, itu
adalah puncak keberuntungan seorang hamba, maka apabila Tuhan telah membukakan
bagimu suatu jalan untuk mengenal kepada-Nya, maka tidak perlu pedulikan berapa
banyak amal perbuatanmu, walaupun masih sedikit amal kebaikanmu. Sebab ma’rifat
itu suatu karunia dan pemberian langsung dari Allah, maka sekali-kali tidak
tergantung kepada banyak atau sedikitnya amal kebaikan.
Abu Huroiroh ra. berkata: Rasululloh saw.
bersabda: Alloh
azza wajalla berfirman: “Apabila Aku menguji hamba-Ku
yang beriman, kemudian ia tidak mengeluh kepada orang lain, maka Aku lepaskan
ia dari ikatan-Ku dan Aku gantikan baginya daging dan darah yang lebih baik
dari semula, dan ia boleh memperbarui amal, sebab yang lalu telah diampuni
semua.”
Diriwayatkan: Bahwa
Alloh telah menurunkan wahyu kepada salah seorang Nabi diantara beberapa
Nabi-Nya.” Aku telah menurunkan ujian kepada salah seorang hamba-Ku, maka ia
berdoa dan tetap Aku tunda permintaannya, akhirnya ia mengeluh, maka Aku
berkata kepadanya: Hamba-Ku bagaimana Aku akan melepaskan dari padamu rahmat
yang justru ujian itu mengandung rahmat-Ku.” Karena dengan segala
kelakuan kebaikanmu engkau tidak dapat sampai ke tingkat yang akan Aku berikan
kepadamu, maka dengan ujian itulah engkau dapat mencapai tingkat dan kedudukan
di sisi Alloh.
9. “Ahwal akan
menentukan a’maal”
٭ تنوَّعت اجْناَسُ الاَعمالِ لتنوُّعِ وارِداَتِ الاحْوالِ ٭
9.”Beraneka macam jenis amal perbuatan,
karena bermacam-macam pula pemberian karunia Allah yang diberikan kepada
hamba-Nya.(Hal).”
Dalam
pandangan tasawuf, Hal diartikan sebagai pengalaman rohani dalam proses
mencapai hakikat dan makrifat. Hal merupakan zauk atau rasa yang berkaitan
dengan hakikat ketuhanan yang melahirkan makrifatullah (pengenalan tentang
Alloh). tanpa Hal tidak ada hakikat dan tidak diperoleh makrifat. Ahli ilmu
membina makrifat melalui dalil ilmiah tetapi ahli tasawuf bermakrifat
melalui pengalaman tentang hakikat.
Sebelum
memperoleh pengalaman hakikat, ahli kerohanian terlebih dahulu memperoleh
kasyaf yaitu terbuka keghoiban kepadanya. Ada orang mencari kasyaf yang dapat
melihat makhluk ghaib seperti jin. Dalam proses mencapai hakikat
ketuhanan kasyaf yang demikian tidak penting. Kasyaf yang penting adalah yang
dapat mengenali tipu daya syaitan yang bersembunyi dalam berbagai bentuk dan
suasana dunia ini.
Rasululloh
saw. sendiri sebagai ahli kasyaf yang paling unggul hanya melihat Jibrail a.s
dalam rupanya yang asli dua kali saja, walaupun pada setiap kali Jibrail a.s
menemui Rasululloh saw. dengan rupa yang berbeda-beda, Rasululloh tetap
mengenalinya sebagai Jibrail a.s.
Bila
seseorang ahli kerohanian memperoleh kasyaf maka dia telah bersedia untuk
menerima kedatangan Hal atau zauk yaitu pengalaman kerohanian tentang hakikat
ketuhanan. Hal tidak mungkin diperoleh dengan beramal dan menuntut ilmu.
Sebelum ini pernah dinyatakan bahawa tidak ada jalan untuk masuk ke dalam
gerbang makrifat. Seseorang hanya mampu beramal dan menuntut ilmu untuk sampai
pintu gerbangnya. Apabila sampai di situ seseorang hanya menanti karunia Alloh,
semata-mata karunia Alloh yang membawa makrifat kepada hamba-hamba-Nya. karunia
Alloh yang mengandung makrifat itu dinamakan Hal.
Ada
orang yang memperoleh Hal sekali saja dan dikuasai oleh Hal dalam waktu yang
tertentu saja dan ada juga yang terus-menerus di dalam Hal. Hal yang
terus-menerus atau berkekalan dinamakan wishol yaitu penyerapan Hal secara
terus-menerus, kekal atau baqo’. Orang yang mencapai wishol akan terus hidup
dengan cara Hal yang terjadi. Hal-hal (ahwal) dan
wishol bisa dibagi menjadi lima macam:
1 : Abid:
Abid adalah orang yang
dikuasai oleh Hal atau zauk yang membuat dia merasakan dengan sangat bahawa dirinya
hanyalah seorang hamba yang tidak memiliki apa-apa dan tidak mempunyai daya dan
upaya untuk melakukan sesuatu. Kekuatan, usaha, bakat-bakat dan apa saja yang
ada dengannya adalah daya dan upaya yang dari Alloh. Semuanya itu adalah karunia
Allohsemata-mata.
Alloh sebagai Pemilik yang sebenarnya, apabila Dia memberi, maka Dia berhak
mengambil kembali pada masa yang Dia kehendaki. Seorang abid benar-benar
bersandar kepada Allah s.w.t sekiranya dia melepaskan sandaran itu dia akan
jatuh, kerana dia benar-benar melihat dirinya kehilangan apa yang datangnya
dari Allah s.w.t.
2 : Asyikin:
Asyikin ialah orang
yang memandang sifat Keindahan Allah s.w.t. Rupa, bentuk, warna dan ukuran
tidak menjadi soal kepadanya kerana apa saja yang dilihatnya menjadi cermin
yang dia melihat Keindahan serta Keelokan Allah s.w.t di dalamnya. Amal atau
kelakuan asyikin ialah gemar merenungi alam dan memuji Keindahan Allah s.w.t
pada apa yang disaksikannya. Dia boleh duduk menikmati keindahan alam beberapa
jam tanpa merasa jemu. Kilauan ombak dan titikan hujan memukau pandangan
hatinya. Semua yang kelihatan adalah warna Keindahan dan Keelokan Allah s.w.t.
Orang yang menjadi asyikin tidak memperdulikan lagi adab dan peraturan
masyarakat. Kesedarannya bukan lagi pada alam ini. Dia mempunyai alamnya
sendiri yang di dalamnya hanyalah Keindahan Alloh s.w.t.
3 : Muttakholiq:
Muttakholiq
adalah orang yang mencapai yang Haq dan bertukar sifatnya. Hatinya dikuasai
oleh suasana Qurbi Faroidh atau Qurbi Nawafil. Dalam Qurbi Faroidh, muttakholiq
merasakan dirinya adalah alat dan Allah s.w.t menjadi Pengguna alat. Dia
melihat perbuatan atau kelakuan dirinya terjadi tanpa dia merancang dan campur
tangan, bahkan dia tidak mampu mengubah apa yang akan terjadi pada kelakuan dan
perbuatannya. Dia menjadi orang yang berpisah daripada dirinya sendiri. Dia
melihat dirinya melakukan sesuatu perbuatan seperti dia melihat orang
lain yang melakukannya, yang dia tidak berdaya mengawal atau mempengaruhinya.
Hal Qurbi Faraidh adalah dia melihat bahawa Allah s.w.t melakukan apa yang Dia
kehendaki. Perbuatan dia sendiri adalah gerakan Allah s.w.t, dan diamnya juga
adalah gerakan Allah s.w.t. Orang ini tidak mempunyai kehendak sendiri, tidak
ada ikhtiar dan tadbir. Apa yang mengenai dirinya, seperti perkataan dan perbuatan, berlaku secara
spontan. Kelakuan atau amal Qurbi Faroidh ialah bercampur-campur di antara
logika dengan tidak logika, mengikut adat dengan merombak adat, kelakuan alim
dengan jahil. Dalam banyak perkara penjelasan yang boleh diberikannya ialah,
“Tidak tahu! Allah s.w.t berbuat apa yang Dia kehendaki”.
Dalam
suasana Qurbi Nawafil pula muttakholiq melihat dengan mata hatinya sifat-sifat
Allah s.w.t dan dia menjadi pelaku atau pengguna sifat-sifat tersebut, yaitu
dia menjadi khalifah dirinya sendiri. Hal Qurbi Nawafil ialah berbuat dengan
izin Allah s.w.t kerana Allah s.w.t memberikan kepadanya untuk berbuat sesuatu.
Contoh Qurbi Nawafil adalah kelakuan Nabi Isa a.s yang membentuk rupa burung
dari tanah liat lalu menyuruh burung itu terbang dengan izin Allah s.w.t, juga
kelakuan beliau a.s menyeru orang mati supaya bangkit dari kuburnya. Nabi Isa
a.s melihat sifat-sifat Allah s.w.t yang diizinkan menjadi kemampuan beliau,
sebab itu beliau tidak ragu-ragu untuk menggunakan kemampuan tersebut menjadikan
burung dan menghidupkan orang mati dengan izin Allah s.w.t.
4
: Muwahhid:
Muwahhid
fana’ dalam dzat, dzatnya lenyap dan DZat Mutlak yang menguasainya. bagi
muwahhid ialah dirinya tidak ada, yang ada hanya Alloh s.w.t. Orang ini telah
putus hubungannya dengan kesedaran basyariah dan sekalian maujud. Kelakuan atau
amalnya tidak lagi seperti manusia biasa karena dia telah terlepas dari
sifat-sifat kemanusiaan dan kemakhlukan. Misalkan dia bernama Abdullah, dan
jika ditanya kepadanya di manakah Abdullah, maka dia akan menjawab Abdullah
tidak ada, yang ada hanyalah Allah! Dia benar-benar telah lenyap dari
ke‘Abdullah-an’ dan benar-benar dikuasai oleh ke‘Allah-an’. Ketika dia dikuasai oleh hal dia terlepas daripada
beban hukum syarak. Dia telah fana dari ‘aku’ dirinya dan dikuasai oleh
kewujudan ‘Aku Hakiki’. Walau bagaimana pun sikap dan kelakuannya dia tetap
dalam ridho Allah s.w.t. Apabila dia tidak dikuasai oleh hal, kesedarannya
kembali dan dia menjadi ahli syariat yang taat. Perlu diketahui bahawa hal
tidak boleh dibuat-buat dan orang yang dikuasai oleh hal tidak berupaya menahannya.
Orang-orang sufi bersepakat mengatakan bahawa siapa yang mengatakan, “Ana
al-Haq!” sedangkan dia masih sadar tentang dirinya maka orang tersebut adalah
sesat dan kufur!
5
: Mutahaqqiq:
Mutahaqqiq
ialah orang yang setelah fana dalam dzat turun kembali kepada kesedaran sifat,
seperti yang terjadi kepada nabi-nabi dan wali-wali demi melaksanakan amanat
sebagai khalifah Alloh di muka bumi dan kehidupan dunia yang wajib diurusi.
Dalam
kesadaran dzat seseorang tidak keluar dari khalwatnya dengan Alloh s.w.t
dan tidak peduli tentang keruntuhan rumah tangga dan kehancuran dunia
seluruhnya. Sebab itu orang yang demikian tidak boleh dijadikan pemimpin. Dia
mesti turun kepada kesedaran sifat barulah dia boleh memimpin orang lain. Orang
yang telah mengalami kefanaan dalam zat kemudian disadarkan dalam sifat adalah
benar-benar pemimpin yang dilantik oleh Alloh s.w.t menjadi Khalifah-Nya untuk
memakmurkan makhluk Alloh s.w.t dan memimpin umat manusia menuju jalan yang
diridhoi Alloh s.w.t. Orang inilah yang menjadi ahli makrifat yang sejati, ahli
hakikat yang sejati, ahli thorikoh yang sejati dan ahli syariat
yang sejati, berkumpul padanya dalam satu kesatuan yang menjadikannya Insan
Robbani. Insan Robbani peringkat tertinggi ialah para nabi-nabi dan Alloh karuniakan
kepada mereka maksum, sementara yang tidak menjadi nabi dilantik sebagai
wali-Nya yang diberi perlindungan dan pemeliharaan
10.
“Ruhnya Amal yaitu Ikhlas”
٭ الاَعمالُ صوَرٌ قاءمة ٌ وَارواحُها وجودُ سِرِّ الاخلاصِ فيها ٭
10."Amal perbuatan itu sebagai
kerangka yang tegak, sedang roh [jiwanya], ialah terdapatnya rahasia ikhlas
dalam amal perbuatan itu."
Amal ialah, geraknya badan lahir atau hati. amal itu digambarkan sebagai
tubuh/jasad. sedangkan ikhlas itu sebagai ruhnya. yakni., badan tanpa ruh
berarti mati. amal lahir atau amal hati itu bisa hidup hanya dengan adanya
ikhlas. Alloh berfirma, “Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas)kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama yang lurus” albayyinah 5. “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan
(ikhlas)kepada-Nya.” Az-zumar 2.
Imam Hasan Al-Bashari,
barkata, “Aku pernah bertanya kepada shahabat Hudzaifah r.a. tentang ikhlas,
beliau menjawab: Aku pernah bertanya kepada Rasululloh SAW ikhlas itu apa,
beliau menjawab: Aku pernah menanyakan ttg ikhlas itu kpd malaikat Jibril a.s
dan beliau menjawab: Aku pernah bertanya ttg hal itu kepada Alloh Rabbul
'Izzaah, dan IA menjawab: "IKHLAS ialah RAHASIA di antara rahasia-rahasiaKU yg
Kutitipkan di hati hambaKU yg Aku cintai."
Ikhlas itu berbeda/bertingkat
sesuai dengan perbedaan orang yang beramal.
Keikhlasan orang yang
bersungguh-sungguh dalam ibadah, dan amal perbuatan itu telah bersih dari pada
riya' yang nampak ataupun yang tersembunyi, sedang tujuan amal perbuatan mereka
selalu hanya pahala yang dijanjikan oleh Allah kepada hamba-Nya ,dan supaya
diselamatkan dari neraka-Nya.
Keikhlasan orang-orang yang cinta kepada
Alloh, yang beramal hanya karena mengagungkan Alloh,karena hanya Alloh dzat
yang wajib di Agungkan, tidak karena pahala atau selamat dari siksa neraka.
Sayyidah Robi’ah al-‘Adawiyyah bermunajat pada Alloh: Ya Alloh, saya beribadah
kepadamu bukan karena takut nerakamu, dan juga tidak karena cinta dengan
surgamu. Perkataan ini masih mengnggap dirinya yang beribadah(mengaku bisa
beribadah).
Keikhlasan orang –orang yang sudah
Ma’rifat kepada Alloh. Mereka selalu melihat kepada Alloh, gerak dan diamnya
badan dan hatinya itu semua atas kehendak Alloh, mereka tidak merasa kalau bisa
beramal,kecuali diberi pertolongan oleh Alloh, tidak sebab daya kekuatan
dirinya sendiri.
11. “Hati-hati dengan
keterkenalan”
٭ اِدْفن وُجُودَك فى ارضِ الخُمول. فما نبتَ مِمَّالم يُدفن
لايتِمُّ نِتاجهُ ٭
11."Tanamlah dirimu dalam tanah
kerendahan, sebab tiap sesuatu yang tumbuh namun tidak ditanam, maka tidak
sempurna hasil buahnya."
Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya
bagi seorang yang beramal, dari pada menginginkan kedudukan dan terkenal
pergaulannya di tengah-tengah masyarakat. Dan ini termasuk keinginan hawa nafsu
yang utama.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Barangsiapa yang merendahkan diri, maka Alloh akan
memuliakannya dan barang siapa yang sombong, Alloh akan menghinanya.
Ibrahim bin Adham radhiallohu 'anhu
berkata: "Tidak benar tujuan kepada Alloh, siapa yang ingin
terkenal."
Ayyub as-Asakhtiyani radhiallohu 'anhu
berkata: "Demi Alloh tidak ada seorang hamba yang sungguh-sungguh ikhlas
pada Alloh, melainkan ia merasa senang, gembira jika ia tidak mengetahui
kedudukan dirinya."
Mu'adz bin Jabal berkata: Rasululloh
shallallohu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya sedikit riya' itu
sudah termasuk syirik. Dan barangsiapa yang memusuhi wali Alloh, maka telah
memusuhi Alloh. Dan sesungguhnya Alloh mencintai orang-orang yang bertaqwa yang
tersembunyi [tidak terkenal], yang bila tidak ada, tidak dicari dan bila hadir
tidak dipanggil dan tidak dikenal. Hati mereka bagai pelita hidayat, mereka
terhindar dari segala kegelapan dan kesukaran."
Abu Hurairoh rodhiallahu 'anhu berkata:
Ketika kami di majlis Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam, tiba-tiba
Rasululloh bersabda: Besok pagi akan ada seorang
ahli surga yang sholat bersama kamu. Abu Hurairoh berkata: Aku berharap
semoga akulah orang yang ditunjuk oleh Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam
itu. Maka pagi-pagi aku shalat di belakang Rasulullah shallallohu 'alaihi
wasallam dan tetap tinggal di majlis setelah orang-orang pada pulang. Tiba-tiba
ada seorang budak hitam berkain compang-camping datang berjabat tangan pada
Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam sambil berkata: Wahai Nabi Alloh!
Do’akan semoga aku mati syahid. Maka Rasululloh shollallohu 'alaihi wasallam
berdoa, sedang kami mencium bau kasturi dari badannya. Kemudian aku bertanya:
Apakah orang itu wahai Rasululloh? Jawab Nabi: Ya benar. Ia seorang budak dari bani fulan. Abu Hurairoh berkata: Mengapa engkau tidak membeli dan
memerdekakannya wahai Nabi Alloh? Jawab Nabi: Bagaimana aku akan dapat berbuat demikian, sedangkan Alloh akan
menjadikannya seorang raja di surga. Wahai Abu Hurairoh! Sesungguhnya di surga
itu ada raja dan orang-orang terkemuka, dan ini salah seorang raja dan
terkemuka. Wahai Abu Hurairoh! Sesungguhnya Alloh mengasihi, mencintai
makhluknya yang suci hati, yang samar, yang bersih, yang terurai rambut, yang
kempes perut kecuali dari hasil yang halal, yang bila akan masuk kepada raja
tidak diizinkan, bila meminang wanita bangsawan tidak akan diterima, bila tidak
ada tidak dicari, bila hadir tidak dihiraukan, bila sakit tidak dijenguk,
bahkan ia meninggal tidak dihadiri jenazahnya.
Para sahabat bertanya: Tunjukkan
kepada kami wahai Rasululloh salah seorang dari mereka? Jawab Nabi: Uwais al-Qorany, seorang berkulit coklat, lebar kedua bahunya, tingginya agak
sedang dan selalu menundukkan kepalanya sambil membaca al-Qur'an, tidak
terkenal di bumi tetapi terkenal di langit, andaikan ia bersungguh-sungguh
memohon sesuatu kepada Allah pasti diberinya. Di bawah bahu kirinya berbekas.
Wahai Umar dan Ali! Jika kamu bertemu padanya, maka mintalah kepadanya supaya
memohonkan ampun untukmu.
12. “ ‘UZLAH”
٭ مانفعَ القَلبَ شَيءٌ مثلُ عُزْلةٍ يَدْخُلُ بها ميدان فِكرةٍ ٭
12."Tidak ada sesuatu yang sangat
berguna bagi hati [jiwa], sebagaimana menyendiri untuk masuk ke medan
tafakur."
Seorang murid/salik kalau benar-benar
ingin wushul kepada Alloh, pastilah ia berusaha bagaimana supaya hatinya tidak
lupa pada Alloh, bisa selalu mendekatkan diri kepada Alloh. Dalam usaha ini
tidak ada yang lebih bermanfaat kecuali uzlah (menyendiri dari pergaulan umum),
dan dalam kondisi uzlah murid mau Tafakkur(berfikir tentang makhluknya Alloh,
kekuasaan Alloh, keagungan Alloh, keadilan Alloh dan belas kasih nya Alloh)
yang bisa menjadikan Hati timbul rasa takdhim kepada Alloh. Menambah keyaqinan
dan ketaqwaan kepada Alloh.
Adapun bahayanya murid yang tidak uzlah
itu banyak sekali,
Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam
bersabda: "Perumpamaan seorang sahabat yang tidak baik, bagaikan pandai
besi yang membakar besi, jika kamu tidak terkena oleh percikan apinya, maka
kamu terkena bau busuknya."
Alloh Ta'ala mewahyukan kepada
Nabi Musa alaihissalam: "Wahai putra Imran! Waspadalah selalu dan pilihlah untuk dirimu
seorang sahabat [teman], dan sahabatmu yang tidak membantumu untuk membuat taat
kepada-Ku, maka ia adalah musuhmu."
Dan juga Alloh mewahyukan kepada Nabi
Dawud alaihissalam: "Wahai Dawud! Mengapakah engkau menyendiri? Jawab
Dawud: Aku menjauhkan diri dari makhluk untuk mendekat kepada-Mu. Maka
Alloh berfirman: Wahai Dawud! Waspadalah selalu, dan pilihlah untukmu sahabat, dan
tiap sahabat yang tidak membantu untuk taat kepada-Ku, maka itu adalah musuhmu,
dan akan menyebabkan membeku hatimu serta jauh dari-Ku."
Nabi Isa alaihissalam bersabda:
"Jangan berteman dengan orang-orang yang mati, niscaya hatimu akan mati.
Ketika ditanya: Siapakah orang-orang yang mati itu? Nabi Isa memjawab: Mereka
yang rakus kepada dunia.”
Rosululloh shollallohu 'alaihi
wasallam bersabda: "Yang paling aku khawatirkan pada umatku, ialah lemahnya iman
dan keyakinan."
Nabi Isa alaihissalam bersabda: "Berbahagialah orang yang perkataanya dzikir, diamnya tafakur
dan pandangannya tertunduk. Sesungguhnya orang yang sempurna akal ialah yang
selalu mengoreksi dirinya, dan selalu menyiapkan bekal untuk menghadapi hari
setelah mati."
Sahl at-Tustary radhiallahu
'anhu berkata: "Kebaikan itu terhimpun dalam empat macam, dan dengan itu
tercapai derajat wali [di samping melakukan semua kewajiban-kewajiban agama],
yaitu: 1. Lapar. 2. Diam. 3. Menyendiri 4. Bangun tengah malam [sholat
tahajjud].
13. “Resiko Hati yang
keruh”
٭ كيف يُشْرقُ قلبٌ صُوَرُالاَكوَانِ مُنطبِعَة ٌ فى مِرْاَته ؟ ام
كيفَ يرحلُ الى الله وهو مُكبَّلٌ بِشهواتِهِ ؟ ام كيفَ يَطمعُ ان يَدْخُلَ
حَضرَةَ اللهِ وهو لم يتطهَّرْ من جنابةِ غفلاتهِ ؟ ام كيفَ يرجُواَنْ يَفهَمَ د
قاءـقَ الاسراَرِ وهُوَ لمْ يَتـُبْ من هفَوَاتِهِ؟ ٭
13."Bagaimana akan dapat bercahaya
hati seseorang yang gambar dunia ini terlukis dalam cermin hatinya. Bagaimana
berangkat menuju kepada Allah, padahal ia masih terbelenggu oleh nafsu
syahwat. Bagaimana akan dapat masuk menjumpai Allah, padahal ia belum bersih
dari kelalaian. Bagaimana ia berharap akan mengerti rahasia yang halus dan
tersembunyi, padahal ia belum taubat dari kekeliruannya."
Dalam hikmah ke 13 ini menjadi kelanjutan
hikmah sebelumnya (12) yang menerangkan tentang pentingnya Uzlah, sedang hikmah
13 memperingatkan Uzlah jasad (tubuh) saja tidak akan ada artinya jika hatinya
tidak ikut ber-Uzlah, hatinya masih bebas dan dipenuhi empat perkara :
1. Gambaran, ingatan,
keinginan terhadap benda(dunia), seperti harta, wanita,pangkat jabatan dll.
2. Syahwat,keinginan yang
melupakan Alloh.
3. Kelalaian dari dzikir
kepada Alloh.
4. Dosa-dosa yang tidah
di basuh dengan Taubat.
Jadi seorang murid yang ingin wushul
kepada Alloh harus membersihkan dari empat perkara tersebut.
Karena Berkumpulnya dua hal yang berlawanan pada saat besamaan
dalam satu tempat dan waktu itu mustahil [tidak mungkin], sebagaimana
berkumpulnya antara diam dan gerak, antara cahaya terang dan gelap. Demikian
pula cahaya iman berlawanan dengan gelap yang disebabkan karena selalu masih
berharap kepada sesuatu selain Alloh. Demikian pula mengembara menuju kepada
Alloh harus bebas dari belenggu hawa nafsu supaya dapat sampai kepada Alloh
azza wajalla. Alloh berfirman: "Bertakwalah kepada Alloh dan Alloh
akan mengajarkan kepadamu segala kebutuhanmu."
Rosulullah shollallohu 'alaihi wasallam
bersabda: "Barangsiapa mengamalkan apa yang telah diketahui, maka Allah
akan mewariskan kepadanya pengetahuan yang belum diketahui."
Imam Ahmad bin Hambal
rodhiallohu 'anhu bertemu dengan Ahmad bin Abi Hawari dan berkata: Ceritakanlah
kepada kami apa-apa yang pernah engkau dapat dari gurumu Abu Sulaiman. Jawab
Ahmad bin Abi Hawari: Bacalah Subhanallah tapi tanpa rasa kekaguman. Setelah dibaca
oleh Ahmad bin Hambal: "Subhanallah". Maka Ibnu Hawari berkata: Aku
telah mendengar Abu Sulaiman berkata: Apabila hati [jiwa] manusia benar-benar
berjanji akan meninggalkan semua dosa, niscaya akan terbang ke alam malakut,
kemudian kembali membawa berbagai ilmu yang penuh hikmah tanpa memerlukan lagi
guru. Ahmad bin Hambal setelah mendengar keterangan itu langsung ia berdiri dan
duduk ditempatnya berulang-ulang sampai tiga kali, lalu berkata: Belum pernah
aku mendengar keterangan serupa ini sejak aku masuk Islam. Ia sungguh merasa
puas dan sangat gembira menerima keterangan itu,
lalu ia membaca hadits: "Man
amila bima alima warrotsahullohu ilma maa lam ya'lam." Barangsiapa yang
mengamalkan apa yang telah diketahui, maka Alloh akan mewariskan kepadanya
pengetahuan yang belum diketahui.
14. “Alam terang
karena Nur Ilahi”
٭ الكَونُ كلُّهُ ظُلمة ٌ واِنّمَا اَناَرَهُ ظُهُورُالحَقِّ فيه
فمن رأى الكَوْنَ ولم يَشْهَدْهُ فيهِ اوعِندهُ اوقَبْله اوبَعْدهُ فقد اَعوزَهُ
وجودُ الانوَرِ وحُجِبتْ عَنه شموس المعارفِ بِسُحُبِ الاثارِ ٭
14."Alam itu semuanya dalam
kegelapan, sedangkan yang meneranginya, hanya karena dhohirnya Al-haq [Alloh]
padanya, maka barangsiapa yang melihat alam, lantas tidak melihat Alloh di
dalamnya, atau didekatnya, atau sebelumnya, atau sesudahnya, maka sungguh ia
telah disilaukan oleh nur [cahaya], dan tertutup baginya surya [nur-cahaya]
ma'rifat oleh tebalnya benda-benda alam ini."
Alam semesta yang mulanya tidak ada
dan memang gelap, sedang yang menampakkannya sehingga berupa kenyataan, hanya
kekuasaan Alloh padanya, karena itu barangsiapa yang melihat sesuatu benda alam
ini, lantas tidak terlihat olehnya kebesaran dan kekuasaan Alloh yang ada pada
benda itu, sebelum atau sesudahnya, berarti ia telah disilaukan oleh cahaya.
Bagaikan ia melihat cahaya yang terang benderang, lalu ia mengira tidak ada
bola yang menimbulkan cahaya itu. Maka semua seisi alam ini bagaikan cahaya,
sedang yang hakiki [sebenarnya] terlihat itu semata-mata kekuasaan dzat Alloh
subhanahu wata'ala.
Arti melihat Alloh didalam AL-KAUN (alam)
yaitu:segala sesuatu yang ada ini berjalan menurut hukum Alloh, jadi hatinya
hamba ketika melihat alam, langsung dia tahu Alloh yang membuat. ALLOHU
KHOOLIQU KULLI SYAI’(Alloh-lah yang menciptakan segala sesuatu). Tidak melihat
sebab-musababnya.
Melihat Alloh didekat AL-KAUN (alam)
yaitu: sadar kalau Alloh-lah yang mengurusi dan mengatur semuanya sesuai dengan
kehendakNya, dengan kesadaran yang seperti ini hati akan terdorong untuk selalu
muroqobah dengan rasa syukur dan selalu berusaha melaksanakan kewajiban dari
Alloh, dan akhirnya akan hilang kesenangan-kesenangan nafsu.
Melihat Alloh sebelum AL-KAUN
(alam)sebelum sesuatu diwujudkan yaitu: melihat kita melakukan sesuatu yang di
inginkan itu tidak akan terjadi tanpa dikehendaki oleh Alloh. Dengan kesadaran
seperti ini hati bisa bertawakkal(menyerahkan semua pada Alloh atas apa yang di
inginkan.karena yaqin semua yang wujud itu pasti Alloh yang mewujudkan.
Melihat Alloh sesudah AL-KAUN (alam)
yaitu:sebab melihat Alloh hamba tidak merasa kalau dia melakukan sesuatu/amal,
karena sadar bahwa Alloh-lah yang menjadikan amal itu.
15-24. “BUKTI
KEKUASAAN ALLOH”
٭ مِمَّايَدُلُّكَ على وجُودِ قهرِهِ سُبْحانهُ ان حجبكَ عَنهُ بما
ليسَ بموجُودٍ معهُ ٭
15."Di antara bukti-bukti yang
menunjukkan adanya kekuasaan Alloh yang luar biasa, ialah dapat menghijab
engkau dari pada melihat kepada-Nya dengan hijab tanpa wujud di sisi
Alloh."
Sepakat para orang-orang arif, bahwa
segala sesuatu selain Alloh tidak ada artinya, tidak dapat disamakan adanya
sebagaimana adanya Allah, sebab adanya alam terserah kepada karunia Alloh,
bagaikan adanya bayangan yang tergantung selalu kepada benda yang membayanginya.
Maka barangsiapa yang melihat bayangan dan tidak melihat kepada yang
membayanginya, maka di sinilah terhijabnya. Alloh berfirman: "segala
sesuatu rusak binasa kecuali dzat Alloh." Rosulullah shollallohu
'alaihi wasallam membenarkan ucapan seorang penyair yang berkata:
''Camkanlah!Bahwa segala sesuatu selain Alloh itu palsu belaka. Dan tiap nikmat
kesenangan dunia, pasti akan binasa.]
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهوالذى اظهركلَّ شيىءٍ ٭
16."Bagaimana dapat dibayangkan bahwa
Allah dapat dihijab [dibatasi tirai] oleh sesuatu padahal Alloh yang
menampakkan [mendhohirkan] segala sesuatu."
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهوالذى ظَهربِكلّ شيىءٍ ٭
17."Bagaimana mungkin akan dihijab
oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] yang tampak [dhohir] pada segala
sesuatu."
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهوالذى ظهرفى كلّ شيىءٍ ٭
18."Bagaimana akan mungkin dihijab
oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] yang terlihat dalam tiap sesuatu."
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهوالذى ظهرلِكلّ شيىءٍ ٭
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهو الظاهرقبل وجودِ كلّ شيىءٍ ٭
19."Bagaimana akan dapat ditutupi
oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] yang tampak pada tiap sesuatu. Bagaimana
mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] yang ada dhohir sebelum
adanya sesuatu."
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهو اَظَْهرمن كلّ شيىءٍ ٭
20."Bagaimana akan mungkin dihijab
oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] lebih jelas dari segala sesuatu."
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهوالواحد الذى ليسَ معهُ شيىءٍ ٭
21."Bagaimana mungkin akan dihijab
oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] yang tunggal yang tidak ada di samping-Nya
sesuatu apapun."
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهواقربُ ا ِليكَ من كلّ شيىءٍ ٭
22."Bagaimana akan dihijab oleh
sesuatu, padahal Dia [Alloh] lebih dekat kepadamu dari segala sesuatu."
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ ولولاه ماكان وجودُ كلّ شيىءٍ ٭
23."Bagaimana mungkin akan dihijab
oleh sesuatu, padahal seandainya tidak ada Alloh, niscaya tidak akan ada segala
sesuatu."
Alloh itu dzat yang mendhohirkan segala
sesuatu, bagaimana mungkin sesuatu itu bisa menutupi/menghijab-Nya.
Alloh itu dzat yang nyata pada segala
sesuatu, bagaimana bisa Dia tertutupi,
Alloh itu dzat yang maha Esa, tidak ada
sesuatu yang bersama-Nya, bagaimana mungkin Dia dihijab oleh sesuatu yang tidak
wujud disamping-Nya.
Demikian tampak jelas sifat-sifat Alloh
pada tiap-tiap sesuatu di alam ini, yang semua isi alam ini sebagai bukti
kebesaran, kekuasaan, keindahan, kebijaksanaan dan kesempurnaan dzat Alloh yang
tidak menyerupai sesuatu apapun dari makhluknya. Sehingga bila masih ada
manusia yang tidak mengenal Alloh [tidak melihat Alloh], maka benar-benar ia
telah silau oleh cahaya yang sangat terang, dan telah terhijab dari nur
ma'rifat oleh awan tebal yang berupa alam sekitarnya.
٭ يا عجبا كيفَ يظهرُالوجودُفى العدمِ ، ام كيفَ يَثبُتُ الحادثُ
معَ من لهُ وَصفُ القِدَمِ ٭
24."Sungguh sangat ajaib, bagaimana
tampak wujud dalam ketiadaan, atau bagaimana dapat bertahan sesuatu yang hancur
itu, di samping dzat yang bersifat qidam."