AKHLAQ TASAWUF

Senin, 27 Juli 2015

TERJEMAH AL HIKAM

ALHIKAM
ibnu 'Atho'illah asSyakandary ra.
MUQODDIMAH
Segala puji bagi Allah, Tuhan yang mengisi [memenuhi] hati para wali-Nya dengan kasih sayang-Nya dan mengistimewakan jiwa mereka dengan memperhatikan kebesaran-Nya dan mempersiapkan Rahasia mereka untuk menerima ma'rifat-Nya, maka hati nurani mereka merasa bergembira dalam kebun ma'rifat-Nya dan roh mereka terasa nikmat di alam malakut-Nya, sedang Rahasia mereka berenang di lautan jabarut, maka keluar dari alam pikiran mereka berbagai permata ilmu dan dari lidah mereka mutiara hikmah. Maha suci Allah yang memilih mereka untuk mendekat pada-Nya dan mengutamakan mereka dengan kasih sayang-Nya. Maka terbagi antara mereka salik dan majdzub dan menyintai dengan yang dicintai, mereka tenggelam dalam cinta Dzat-Nya dan timbul kembali karena memperhatikan sifat-Nya. Kemudian shalawat dan salam atas Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam sumber dari semua ilmu dan cahaya, bibit dari semua ma'rifat dan sir [rahasia]. Dan semoga Allah ridha pada keluarga dan sahabatnya yang tetap taat mengikuti jejaknya. Amiiin.
Adapun dalam segala masa, maka ilmu tasawuf yang dahulunya atau hakikatnya ilmu tauhid untuk mengenal Allah, maka termasuk semulia-mulia ilmu terbesar dan tertinggi, sebab ia sebagai intisari dari pada syari'at, bahkan menjadi sendi yang utama dalam agama Islam, sebab Allah telah berfirman: "Wa maa khalaq tul jinna wal insan illa liya'buduun". [Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka menyembah Aku]. Karena pengertian ilmu Tauhid telah berubah namanya menjadi ilmu kalam, ilmu filsafat yang sama sekali, seakan-akan tidak ada hubungannya dengan akhlak dan amal usaha, maka timbul nama ilmu tauhid yang dijernihkan kembali dari sumber yang semula di ajarkan dan dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan sahabatnya. Sebab dari ilmu inilah akan dapat memancar nur [cahaya] hakikat, sehingga dapat menilai semua soal hidup dan penghidupan ini dengan bimbingan dan pentunjuk Allah dan pelaksanaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Sedang kitab yang disusun oleh Abul Fadhel Ahmad bin Muhammad bin Isa bin al-Husain bin Athaillah al-Iskandary. Salah satu kitab yang sangat baik menjadi pedoman dalam ajaran tauhidnya, sehingga tampak benar bahwa ia berupa ilmu ladunni dan rahasia quddus.
 Adapun definisi ilmu tasawuf [tauhid], Junaid al-Baghdadi berkata: "Mengenal Allah, sehingga antaramu dengan Allah tidak ada perantara [hubungan dengan Allah tanpa perantara]. - Menerapkan dalam kehidupan semua akhlak yang terpuji menurut apa yang telah di sunnahkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan meninggalkan akhlak yang tercela. - Mengendalikan hawa nafsu sesuai kehendak Allah. - Merasa tidak memiliki apapun dan juga tidak dimiliki oleh siapapun kecuali Allah. Adapun caranya: Mengenal Asmaa Allah dengan penuh keyakinan, sehingga menyadari sifat-sifat dan af'al Allah di dunia ini.  Maka Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang telah mengajarkan dari tuntunan wahyu dan melaksanakannya lahir-batin sehingga diikuti oleh para sahabat-sahabatnya radhiallahu 'anhu.
Adapun mamfaatnya: Mendidik hati sehingga mengenal Dzat Allah, sehingga berbuah kelapangan dada, kesucian hati dan berbudi pekerti yang luhur menghadapi semua makhluk.
Abul Hasan asy-Syadzily radhiallahu 'anhu berkata: Pengembaraan kami terdiri diatas lima: 1. Taqwa kepada Allah lahir dan batin dalam kesendirian dan di depan publik. 2. Mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam semua kata dan perbuatan. 3. Mengabaikan semua makhluk dalam kesukaan ataupun dalam kebencian mereka. [tidak menghiraukan apakah mereka suka atau benci]. 4. Rela [ridha] menurut hukum [takdir] Allah, baik yang ringan maupun yang berat. 5. Kembali kepada Allah dalam suka dan duka. Maka untuk melaksanakan taqwa harus berlaku wara' [menjauh dari makruh, subhat dan haram] dan tetap istiqamah dalam mentaati semua perintah dan tetap tabah tidak berubah. Dan untuk melaksanakan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, harus berhati-hati dan menerapkan budi pekerti yang baik. Dan mengabaikan makhluk dengan sabar dan tawakkal [berserah diri kepada Allah subhanahu wataala]. Rela [ridha] pada Allah atas segala takdir-Nya dan merasa cukup dan tidak tamak terhadap sesuatu. Mengembalikan segala-galanya hanya kepada Allah dalam suka dan duka dengan bersyukur dalam suka dan berlindung kepada-Nya dalam duka. Dan semua ini pada intinya ada 5 hal: 1. Semangat yang tinggi. 2. Berhati-hati pada yang haram dan menjaga kehormatan. 3. Taat dan memahami diri sebagai seorang hamba. 4. Melaksanakan kewajiban. 5. Menghargai nikmat. Maka barangsiapa yang bersemangat tinggi, pasti naik tingkat derajatnya. Dan barangsiapa yang meninggalkan larangan yang diharamkan Allah, maka Allah akan menjaga kehormatannya. Dan barangsiapa yang benar dalam taatnya, pasti mencapai tujuan kebesaran-Nya dan kemulian-Nya. Dan barangsiapa yang melaksanakan kewajibannya dengan baik, maka bahagia hidupnya. Dan barangsiapa yang menghargai nikmat, berarti mensyukuri dan selalu akan menerima tambahan nikmat yang lebih besar.
 Abul Hasan asy-Syadzily radhiallahu 'anhu berkata: Aku dipesan oleh guruku [Abdul Salam bin Masyisy radhiallahu 'anhu] : "Janganlah kamu melangkahkan kaki kecuali untuk sesuatu yang dapat mencapai keridhaan Allah, dan jangan duduk di majlis kecuali yang aman dari murka Allah. Dan jangan bersahabat kecuali kepada orang yang dapat membantu berbuat taat kepada Allah. Dan jangan memilih sahabat karib kecuali orang yang menambah keyakinanmu terhadap Allah, yang demikian ini sudah jarang untuk didapat.
Sayid Ahmad al-Badawi radhiallahu 'anhu berkata: "Perjalanan kami berdasarkan kitab Allah dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: 1. Benar dan jujur. 2. Bersih hati. 3. Menepati janji. 4. Bertanggung jawab dalam tugas dan derita. 5. Menjaga kewajiban." Seorang muridnya yang bernama Abdul Ali bertanya: Apakah syarat yang harus diperbuat oleh orang yang ingin menjadi wali Allah? Jawabnya: Seorang yang benar-benar dalam syariat ada 12 tanda-tandanya: 1. Benar-benar mengenal Allah [yakni mengerti benar tauhid dan penuh keyakinan kepada Allah]. 2. Menjaga benar-benar perintah Allah. 3. Berpegang teguh pada sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. 4. Selalu berwudhu [bila berhadas segera berwudhu kembali]. 5. Rela menerima ketentuan [takdir] Allah dalam suka maupun duka. 6. Yakin terhadap semua janji Allah. 7. Putus harapan dari semua apa yang di tangan mkhluk. 8. Tabah, sabar menanggung berbagai derita dan gangguan orang. 9. Rajin mentaati perintah Allah. 10. Kasih sayang terhadap semua makhluk Allah. 11. Tawadhu, merendah diri terhadap yang tua dan muda. 12. Menyadari selalu bahwa syaitan itu musuh yang utama. Sedang kendaraan syaitan itu dalam hawa nafsumu dan selalu berbisik untuk mempengaruhimu. Firman Allah: "Innasysyaithana laku aduwwun fattakhi dzuhu aduwwa." [Sesungguhnya syaitan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh. QS. Fathir 6]. Kemudian Ahmad Badawi melanjutkan nasehatnya; Wahai Abdul Ali: Berhati-hatilah kepada cinta dunia, sebab itu bibit segala dosa dan dapat merusak amal saleh. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Hubbud dunia ra'su kulli khathi'ah" [Cinta pada dunia itu sumber segala kejahatan]. Sedang Allah subhanahu wataala berfirman: ''Inna Allaha ma'alladzinat taqau walladzina hum muhsinun" [Sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang bertakwa, dan orang-orang yang berbuat kebaikan. QS. an-Nahl 128]. Orang boleh mempunyai kekayaan di dunia ini, tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang jangan cinta dunia, seperti Nabi Sulaiman 'alaihi salam dan para sahabat yang kaya, kita harus menundukkan dunia, dunia tidak boleh di letakkan dalam hati. Wahai Abdul Ali! Kasihanilah anak yatim dan berikan pakaian pada orang yang tidak berpakaian, dan beri makan pada orang yang lapar, dan hormatilah tamu dan orang dalam perantauan, semoga semoga dengan begitu kamu diterima oleh Allah. Dan perbanyaklah dzikir, jangan sampai termasuk golongan orang yang lalai disisi Allah. Dan ketahuilah bahwa satu rakaat di waktu malam lebih baik dari seribu rakaat di waktu siang, dan jangan mengejek/merendahkan orang yang tertimpa musibah. Dan jangan berkata ghibah atau namimah [membicaraka aib seseorang atau mengadu domba seseorang dengna yang lain]. Dan jangan membalas mengganggu orang yang telah mengganggumu. Dan maafkan orang yang menganiayamu. Dan berilah pada orang yang kikir padamu. Dan berlaku baik pada orang yang jahat padamu. Dan sebaik-baik moral [budi pekerti] seseorang ialah yang sempurna imannya. Dan barangsiapa tidak berilmu, maka tidak berharga di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang tidak sabar, tidak berguna ilmunya. Barangsiapa yang tidak dermawan, tidak mendapat keuntungan dari kekayaannya. Barangsiapa tidak sayang kepada sesama manusia, tidak mendapat hak syafaat disisi Allah. Barangsiapa yang tidak bertakwa, tidak berharga disisi Allah. Dan barangsiapa yang tidak memiliki sifat-sifat ini, tidak mendapat tempat di surga. Berzikirlah kepada Allah dengan hati yang khusyu' dan waspadalah terhadap sesuatu yang melalaikan, sebab lalai itu menyebabkan hati beku. Dan serahkan dirimu pada Allah, dan relakan hatimu menerima musibah, ujian sebagaimana kegembiraanmu ketika menerima nikmat dan tundukkan hawa nafsu dengan meninggalkan syahwat.

1."BERSANDARLAH PADA ALLOH JANGAN PADA AMAL”

٭ مِنْ علاماتِ الا ِعْتِمادِ عَلىَ العَملِ نـُقـَصَانُ الرَّجاءِعِنْدَ وُجُوْدِ الزَّلل  ِ٭

1.“Sebagian dari tanda bahwa seorang itu bergantung pada kekuatan amal dan usahanya, yaitu berkurangnya pengharapan atas rahmat dan karunia Allah ketika terjadi padanya suatu kesalahan dan dosa.

 Orang yang melakukan amal ibadah itu pasti punya pengharapan kepada Alloh, meminta kepada Alloh supaya hasil pengharapannya, akan tetapi jangan sampai orang beramal itu bergantung pada amalnya, karena hakikatnya yang menggerakkan amal ibadah itu Alloh,. sehingga apabila terjadi kesalahan, seperti, terlanjur melakukan maksiat, atau meninggalkan ibadah rutinnya, ia merasa putus asa dan berkurang pengharapannya kepada Alloh.  sehingga apabila berkurang pengharapan kepada rohmat Alloh, maka amalnyapuan akan berkurang dan akhirnya berhenti beramal.
seharusnya dalam beramal itu semua dikehendaki dan dijalankan oleh Alloh. sedangkan dirikita hanya sebagai media berlakunya Qudrat Alloh.
Kalimat: Laa ilaha illalloh. Tidak ada Tuhan, berarti tidak ada tempat bersandar, berlindung, berharap kecuali Alloh, tidak ada yang menghidupkan dan mematikan, tidak ada yang memberi dan menolak melainkan Alloh.
Pada dasarnya syari’at menyuruh kita berusaha dan beramal. Sedang hakikat syari’at melarang kita menyandarkan diri pada amal dan usaha itu, supaya tetap bersandar pada karunia dan rahmat Alloh subhanahu wata’ala.
Apabila kita dilarang menyekutukan Alloh dengan berhala, batu, kayu, pohon, kuburan, binatang dan manusia, maka janganlah menyekutukan Allah dengan kekuatan diri sendiri, seakan-akan merasa sudah cukup kuat dapat berdiri sendiri tanpa pertolongan Allah, tanpa rahmat, taufik, hidayat dan karunia Allah subhanahu wata’ala.

2.“TAJRID dan KASAB”

٭ إرادَتـُكَ التَجْرِيْدَ معَ اِقامةِاللهِ اِيّاكَ فى الاَسْبَابِ مِنَ الشَهْوةِ الخفِيَّةِ، وَإرادَتـُكَ الاَسْبَابِ معَ اِقامةِاللهِ اِيّاكَ فى التَجْرِيْدَ اِنْحطاط ٌ عن الهِمَّةِ العَليَّةِ ٭

2.“Keinginanmu untuk tajrid [hanya beribadat saja tanpa berusaha untuk dunia], padahal Allah masih menempatkan engkau pada golongan orang-orang yang harus berusaha [kasab], maka keinginanmu itu termasuk nafsu syahwat yang samar [halus]. Sebaliknya keinginanmu untuk berusaha [kasab], padahal Allah telah menempatkan dirimu pada golongan orang yang harus beribadat tanpa kasab [berusaha], maka keinginan yang demikian berarti menurun dari semangat yang tinggi”.
Sebagai seorang yang beriman, haruslah berusaha menyempurnakan imannya dengan berfikir tentang ayat-ayat Alloh, dan beribadah dan harus tahu bahwa tujuan hidup itu hanya untuk beribadah(menghamba) kepada Alloh,sesuai tuntunan Al-qur’an.
Tetapi setelah ada semangat dalam ibadah, kadang ada yang berpendapat bahwa salah satu yang merepoti/mengganggu dalam ibadah yaitu bekerja(kasab). Lalu berkeinginan lepas dari kasab/usaha dan hanya ingin melulu beribadah.
Keinginan yang seperti ini termasuk keinginan nafsu yang tersembunyi/samar.
Sebab kewajiban seorang hamba, menyerah kepada apa yang dipilihkan oleh majikannya. Apa lagi kalau majikan itu adalah Alloh yang maha mengetahui tentang apa yang terbaik bagi hambanya.
Dan tanda-tanda bahwa Alloh menempatkan dirimu dalam golongan orang yang harus berusaha [kasab], apabila terasa ringan bagimu, sehingga tidak menyebabkan lalai menjalankan suatu kewajiban dalam agamamu, juga menyebabkan engkau tidak tamak [rakus] terhadap milik orang lain.
Dan tanda bahwa Allah mendudukkan dirimu dalam golongan hamba yang tidak berusaha [Tajrid]. Apabila Tuhan memudahkan bagimu kebutuhan hidup dari jalan yang tidak tersangka, kemudian jiwamu tetap tenang ketika terjadi kekurangan, karena tetap ingat dan bersandar kepada Tuhan, dan tidak berubah dalam menunaikan kewajiban-kewajiban.
  Syeikh Ibnu ‘Atoillah berkata : “Aku datang kepada guruku Syeikh Abu Abbas al- mursy. Aku  merasa, bahwa untuk sampai kepada Allah dan masuk dalam barisan para wali dengan sibuk pada ilmu lahiriah dan bergaul dengan sesama manusia (kasab) agak jauh dan tidak mungkin. tiba-tiba sebelum aku sempat bertanya, guru bercerita: Ada seorang ahli dibidang ilmu lahiriah, ketika ia dapat merasakan sedikit dalam perjalanan ini, ia datang kepadaku sambil berkata: Aku akan meninggalkan kebiasaanku untuk mengikuti perjalananmu. Aku menjawab: Bukan itu yang kamu harus lakukan, tetapi tetaplah dalam kedudukanmu, sedang apa yang akan diberikan Allah kepadamu pasti sampai kepadamu.

3.“KEKUATAN TAQDIR”

٭ سَوَابِقُ الهِماَمِ لاَ تَحْرِقُ اَسْوَرَالاَقْدَارِ ٭

3. "Kerasnya himmah /semangat perjuangan, tidak dapat menembus tirai takdir”

kekeramatan atau kejadian-kejadian yang luar biasa dari seorang wali itu, tidak dapat menembus keluar dari takdir, maka segala apa yang terjadi semata-mata hanya dengan takdir Alloh."

Hikmah ini menjadi ta’lil atau sebab dari hikmah sebelumnya (Iroodatuka tajriid) seakan akan Mushonnif berkata: Hai murid, keinginan/himmahmu pada sesuatu, itu tidak ada gunanya, karena himmah yang keras/kuat itu tidak bisa menjadikan apa-apa seperti yang kau inginkan, apabila tidak ada dan bersamaan dengan taqdir dari Alloh. Jadi hikmah ini (Sawa-biqul himam) mengandung arti menentramkan hati murid dari keinginannya yang sangat.
SAWAA-BIQUL HIMAM (keinginan yang kuat): apabila keluar dari orang-orang sholih/walinya Alloh itu disebut: Karomah. Apabila keluar dari orang fasiq disebut istidroj/ penghinaan dari Alloh.
Firman Allah subhanahu wata’ala: “Dan tidaklah kamu berkehendak, kecuali apa yang dikehendaki Alloh Tuhan yang mengatur alam semesta.” [At-Takwir 29]. “Dan tidaklah kamu menghendaki kecuali apa yang dikehendaki oleh Alloh, sungguh Alloh maha mengetahui, maha bijaksana.” [QS. Al-Insaan 30].


4. “Jangan ikut Mengatur”
٭ اَرِحْ نَفْسَكَ منَ التـَدْ بـِيْرِفماَ قامَ بهِ غيرُكَ عَنْكَ لا تقـُمْ بهِ لنـَفـْسك ٭

4."Istirahat/enakkan dirimu/pikiranmu dari kesibukan mengatur dirimu, dari apa-apa yang telah diatur/dijamin oleh selain kamu(yaitu Alloh), tidak perlu engkau ikut sibuk memikirkannya."


Yang di maksud TADBIIR (mengatur diri sendiri)dalam hikmah ini yaitu Tadbir yang tidak di barengi dengan Tafwiidh (menyerahkan kepada Alloh). Apabila Tadbir itu dibarengi dengan Tafwidh itu diperbolehkan, bahkan Rosululloh bersabda: At-tadbiiru nishful ma-‘isyah.(mengatur apa yang menjadi keperluan itu sebagian dari hasilnya mencari ma’isah/penghidupan).
Hadits ini mengandung anjuran untuk membuat peraturan didalam mencari fadholnya Alloh. pengertian Tadbir disini ialah menentukan dan memastikan hasil. karena itu semua menjadi aturan Alloh.
al-hasil, Tadbir yang dilarang yaitu ikut mengatur dan menentukan/memastikan hasilnya.
Sebagai seorang hamba wajib dan harus mengenal kewajiban, sedang jaminan upah ada di tangan majikan, maka tidak usah risau pikiran dan perasaan untuk mengatur, karena kuatir kalau apa yang telah dijamin itu tidak sampai kepadamu atau terlambat, sebab ragu terhadap jaminan Allah tanda lemahnya iman.

5.“TANDA MATA HATI YG BUTA”
٭ اِجْتِهادُكَ فيمَا ضُمنَ لكَ وتقـْصِيرُكَ فيماَ طُلبَ منكَ دَلِيلٌ على انطِماسِ البَصِيْرَةِ منكَ ٭

5. "Kesungguhanmu untuk mencapai apa-apa yang telah dijamin pasti akan sampai kepadamu, di samping kelalaianmu terhadap kewajiban-kewajiban yang di amanatkan kepadamu, membuktikan butanya mata hatimu."

Siapa saja yang disibukkan mencari apa yang sudah dijamin Alloh seperti rizki, dan meninggalkan apa yang menjadi perintah Alloh, itulah tanda orang yang buta hatinya.
Firman Alloh: "Dan berapa banyak makhluk bergerak yang bernyawa yang tidak [dapat] membawa [mengurus] rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu. Dia Maha mendengar, Maha mengetahui."[QS. al-Ankabuut 60].
Firman Alloh: "Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat [yang baik di akhirat] adalah bagi orang yang bertakwa." [QS. Thaha 132].
Kerjakan apa yang menjadi kewajibanmu terhadap Kami, dan Kami melengkapi bagimu bagian Kamu.
Di sini ada dua perkara : 1. Yang dijamin oleh Alloh, maka jangan menuduh atau berburuk sangka kepada Alloh subhanahu wa ta'ala.
  2.Yang dituntut [menjadi kewajiban bagimu] kepada Allah, maka jangan abaikan.
Dalam sebuah hadits Qudsy yang kurang lebih artinya: "Hambaku, taatilah semua perintah-Ku, dan jangan memberi tahu kepada-Ku apa yang baik bagimu, [jangan mengajari kepada-Ku apa yang menjadi kebutuhanmu].
  Syeih Ibrahim al-Khawwas berkata: "Jangan memaksa diri untuk mencapai apa yang telah dijamin dan jangan menyia-nyiakan [mengabaikan] apa yang diamanatkan kepadamu." Oleh sebab itu, barangsiapa yang berusaha untuk mencapai apa yang sudah dijamin dan mengabaikan apa yang menjadi tugas dan kewajiban kepadanya, maka buta mata hatinya dan sangat bodoh.

6.“Ridho dengan pilihan Alloh”

٭ لاَيَكُنْ تأخُرَ أمَدِ العَطَاءِ معَ الاِلحاحِ فى الدُعاءِموجِباً لِياءسِكَ
فهُوَ ضَمن لكَ الاِجاَبة َ فيماَ يختَاَرُهُ لكَ لا فيمَا تَختاَرُلِنفْسِكَ وَفى الوَقتِ الَّذى يُرِيدُ لافى الوقتِ الذى تـُريدُ

6."Janganlah keterlambatan/tertundanya waktu pemberian Tuhan kepadamu, padahal engkau bersungguh-sungguh dalam berdo’a menyebabkan putus harapan, sebab Alloh telah menjamin dan menerima semua do’a dalam apa yang ia kehendaki untukmu, bukan menurut kehendakmu, dan pada waktu yang ditentukan Alloh, bukan pada waktu yang engkau tentukan."

Alloh telah berjanji akan mengabulkan do’a.  sesuai dengan firman-Nya,“Mintalah kamu semua kepada-Ku, Aku akan mengijabah do’amu semua”. dan Alloh berfirman, "Tuhanmulah yang menjadikan segala yang dikehendaki-Nya dan memilihnya sendiri, tidak ada hak bagi mereka untuk memilih."
Sebaiknya seorang hamba yang tidak mengetahui apa yang akan terjadi mengakui kebodohan dirinya, sehingga tidak memilih sesuatu yang tampak baginya sepintas baik, padahal ia tidak mengetahui bagaimana akibatnya. Karena itu bila Tuhan yang maha mengetahui, maha bijaksana memilihkan untuknya sesuatu, hendaknya rela dan menerima pilihan Tuhan yang Maha pengasih, Maha mengetahui dan Maha bijaksana. Walaupun pada lahirnya pahit dan menyakitkan rasanya, namun itulah yang terbaik baginya, karena itu bila berdoa, kemudian belum juga terkabulkan keinginannya, janganlah terburu-buru putus asa.
 Firman Allah: "Dan mungkin jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan mungkin jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." [QS. al-Baqarah 216].
Syeikh  Abul Hasan asy-Syadzily radhiallahu 'anhu ketika mengartikan ayat ini:''Sungguh telah diterima do’amu berdua [Musa dan Harun alaihissalam] yaitu tentang kebinasaan Fir'aun dan tentaranya, maka hendaklah kamu berdua tetap istiqamah [sabar dalam melanjutkan perjuangan dan terus berdo’a], dan jangan mengikuti jejak orang-orang yang tidak mengerti [kekuasaan dan kebijaksanaan Allah]." [QS. Yunus 89].
Maka terlaksananya kebinasaan Fir'aun yang berarti setelah diterima do’a Nabi Musa dan Harun alaihissalam selama/sesudah 40 tahun lamanya.
 Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam bersabda: "Pasti akan dikabulkan do’amu selama tidak terburu-buru serta mengatakan, aku telah berdo’a dan tidak diterima."
Anas rodhiallohu 'anhu berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada orang berdoa, melainkan pasti diterima oleh Allah doanya, atau dihindarkan dari padanya bahaya, atau diampuni sebagian dosanya, selama ia tidak berdoa untuk sesuatu yang berdosa atau untuk memutus silaturrahim.

  Syeih Abu Abbas al-Mursi ketika ia sakit, datang seseorang membesuknya dan berkata: Semoga Alloh menyembuhkanmu [Afakallohu]. Abu Abbas terdiam dan tidak menjawab.
Kemudian orang itu berkata lagi: Alloh yu'aafika.
Maka Abu Abbas menjawab: Apakah kamu mengira aku tidak memohon kesehatan kepada Alloh? Sungguh aku telah memohon kesehatan dan penderitaanku ini termasuk kesehatan,
ketahuilah Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam memohon kesehatan dan ia berkata: "Selalu bekas makanan khaibar itu terasa olehku, dan kini masa putusnya urat jantungku.''
 Abu Bakar as-Siddiq memohon kesehatan dan meninggal terkena racun.
 Umar bin Khottob memohon kesehatan dan meninggal dalam keadaan terbunuh.
Usman bin Affan memohon kesehatan dan juga meninggal dalam keadaan terbunuh.
 Ali bin Abi Tholib memohon kesehatan dan juga meninggal dalam keadaan terbunuh.
Maka bila engkau memohon kesehatan kepada Alloh, mohonlah menurut apa yang telah ditentukan oleh Alloh untukmu, maka sebaik-baik seorang hamba ialah yang menyerahkan segala sesuatunya menurut kehendak Tuhannya, dan meyakini bahwa apa yang diberikan Tuhan kepadanya, itulah yang terbaik walaupun tidak sejalan dengan nafsu syahwatnya. Dan syarat utama untuk diterimanya doa ialah keadaan terpaksa/kesulitan. Allah subhanahu wata'ala berfirman: "Bukankah Dia [Alloh] yang memperkenankan [do’a] orang yang dalam kesulitan apabila dia berdo’a kepada-Nya..." [QS. an-Naml 62].
 Keadaan terpaksa atau kesulitan itu, apabila merasa tidak ada sesuatu yang di harapkan selain semata-mata karunia Allah subhanahu wata'ala, tidak ada yang dapat membantu lagi baik dari luar berupa orang dan benda atau dari dalam diri sendiri.

7. “Jangan meragukan janji Alloh”

٭ لا يُشكـِّكنَّك فى الوَعدِ عدمُ وقوعِ المَوْعُودِ وانْ تَعَيَّنَ زمَنـُهُ لـءـلاَّيَكونَ ذٰ لكَ قَدحاً فى بصيرَتكَ واِخـْماَداًلِنورِ سَرِيرَتِكَ ٭

7."Jangan sampai kamu merasa ragu, terhadap janji Alloh, karena tidak terlaksananya apa yang telah dijanjikan itu, walaupun telah tertentu waktunya, supaya tidak menyalahi pandangan mata hatimu, atau memadamkan cahaya hatimu."

Manusia sebagai hamba tidak mengetahui kapankah Alloh akan menurunkan karunia dan rahmat-Nya, sehingga manusia jika melihat tanda-tanda ia menduga, mungkin telah tiba saatnya, padahal bagi Alloh belum memenuhi semua syarat yang dikehendaki-Nya, maka bila tidak terjadi apa yang telah diduganya, hendaknya tidak ada keraguan terhadap kebenaran janji Alloh subhanahu wata'ala.
 Sebagaimana yang terjadi dalam Sulhul [perdamaian] Hudaibiyah, ketika Rasululloh shallalloahu 'alaihi wasallam, menceritakan mimpinya kepada sahabatnya, sehingga mereka mengira bahwa pada tahun itu mereka akan dapat masuk ke kota Makkah dan melaksanakan ibadah umroh dengan aman dan sejahtera [mimpi Rasululloh saw. yang tersebut dalam surah al-Fath].
 Alloh berfirman: "Sungguh Alloh akan membuktikan kepada Rosul-Nya tentang kebenaran mimpinya bahwa kamu pasti memasuki Masjidil Haram, jika Alloh menghendaki dalam keadaan aman, dengan menggundul rambut kepala dan memendekkannya, sedang kamu merasa takut. Maka Alloh mengetahui apa yang tidak kamu ketahui, dan selain itu Dia telah memberikan kemenangan yang dekat." [QS. al-Fath 27].
Sehingga ketika gagal tujuan umroh karena di tolak oleh bangsa Quraisy dan terjadi penanda tanganan perjanjian Sulhul [perdamaian] Hudaibiyah, yang oleh Umar dan sahabat-sahabat lainnya dianggap sangat mengecewakan,
maka ketika Umar ra. mengajukan beberapa pertanyaan, dijawab oleh Nabi saw: Aku hamba Alloh dan utusan-Nya dan Alloh tidak akan mengabaikan aku.
Firman Alloh: "(Dalam menghadapi ujian dari Alloh) Sehingga Rosul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, Kapankah datang pertolongan Alloh? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Alloh itu dekat." [QS. al-Baqoroh 214].

8. “Ketika Alloh membuka pintu perkenalan”

٭ اِذاَ فَتحَ لك وُجْهَة ً من التـَّعَرُّفِ فلا تُباَلِ معها ان قَلَّ عَمَلُكَ فَاِنَّهُ مافتحَهاَ لك الا وهو يرِيد انيتعرَفَ اليكَ
الم تَعلم انَّ التـَّعَرُفَ هوَمورِدهُ عليكَ والاَعمالُ انتَ مُهدِ يها اليهِ واَينَ ماتـُهد يهِ الَيهِ واَينَ ما تُهدِ يهِ اليْهِ مِمَّا هوَ مورِدهُ اليكَ ٭
8.”Apabila Tuhan membukakan bagimu suatu jalan untuk ma’rifat [mengenal pada-Nya], maka jangan menghiraukan soal amalmu yang masih sedikit, sebab Tuhan tidak membukakan bagimu, melainkan Ia akan memperkenalkan diri kepadamu. Tidakkah engkau tahu bahwa ma’rifat itu semata-mata pemberian karunia Alloh kepadamu, sedang amal perbuatanmu hanyalah hadiahmu kepad-Nya dengan pemberian karunia Alloh kepadamu.”

Ma’rifat [mengenal] kepada Allah, itu adalah puncak keberuntungan seorang hamba, maka apabila Tuhan telah membukakan bagimu suatu jalan untuk mengenal kepada-Nya, maka tidak perlu pedulikan berapa banyak amal perbuatanmu, walaupun masih sedikit amal kebaikanmu. Sebab ma’rifat itu suatu karunia dan pemberian langsung dari Allah, maka sekali-kali tidak tergantung kepada banyak atau sedikitnya amal kebaikan.
Abu Huroiroh ra. berkata: Rasululloh saw. bersabda: Alloh azza wajalla berfirman: “Apabila Aku menguji hamba-Ku yang beriman, kemudian ia tidak mengeluh kepada orang lain, maka Aku lepaskan ia dari ikatan-Ku dan Aku gantikan baginya daging dan darah yang lebih baik dari semula, dan ia boleh memperbarui amal, sebab yang lalu telah diampuni semua.”
   Diriwayatkan: Bahwa Alloh telah menurunkan wahyu kepada salah seorang Nabi diantara beberapa Nabi-Nya.” Aku telah menurunkan ujian kepada salah seorang hamba-Ku, maka ia berdoa dan tetap Aku tunda permintaannya, akhirnya ia mengeluh, maka Aku berkata kepadanya: Hamba-Ku bagaimana Aku akan melepaskan dari padamu rahmat yang justru ujian itu mengandung rahmat-Ku.” Karena dengan segala kelakuan kebaikanmu engkau tidak dapat sampai ke tingkat yang akan Aku berikan kepadamu, maka dengan ujian itulah engkau dapat mencapai tingkat dan kedudukan di sisi Alloh.

9. “Ahwal akan menentukan a’maal”

٭ تنوَّعت اجْناَسُ الاَعمالِ لتنوُّعِ وارِداَتِ الاحْوالِ ٭

9.”Beraneka macam jenis amal perbuatan, karena bermacam-macam pula pemberian karunia Allah yang diberikan kepada hamba-Nya.(Hal).”

Dalam pandangan tasawuf, Hal diartikan sebagai pengalaman rohani dalam proses mencapai hakikat dan makrifat. Hal merupakan zauk atau rasa yang berkaitan dengan hakikat ketuhanan yang melahirkan makrifatullah (pengenalan tentang Alloh). tanpa Hal tidak ada hakikat dan tidak diperoleh makrifat. Ahli ilmu membina makrifat melalui dalil ilmiah tetapi ahli tasawuf  bermakrifat melalui pengalaman tentang hakikat.
 Sebelum memperoleh pengalaman hakikat, ahli kerohanian terlebih dahulu memperoleh kasyaf yaitu terbuka keghoiban kepadanya. Ada orang mencari kasyaf yang dapat melihat makhluk ghaib seperti  jin. Dalam proses mencapai hakikat ketuhanan kasyaf yang demikian tidak penting. Kasyaf yang penting adalah yang dapat mengenali tipu daya syaitan yang bersembunyi dalam berbagai bentuk dan suasana dunia ini.
 Rasululloh saw. sendiri sebagai ahli kasyaf yang paling unggul hanya melihat Jibrail a.s dalam rupanya yang asli dua kali saja, walaupun pada setiap kali Jibrail a.s menemui Rasululloh saw. dengan rupa yang berbeda-beda, Rasululloh tetap mengenalinya sebagai Jibrail a.s.
 Bila seseorang ahli kerohanian memperoleh kasyaf maka dia telah bersedia untuk menerima kedatangan Hal atau zauk yaitu pengalaman kerohanian tentang hakikat ketuhanan. Hal tidak mungkin diperoleh dengan beramal dan menuntut ilmu. Sebelum ini pernah dinyatakan bahawa tidak ada jalan untuk masuk ke dalam gerbang makrifat. Seseorang hanya mampu beramal dan menuntut ilmu untuk sampai pintu gerbangnya. Apabila sampai di situ seseorang hanya menanti karunia Alloh, semata-mata karunia Alloh yang membawa makrifat kepada hamba-hamba-Nya. karunia Alloh yang mengandung makrifat itu dinamakan Hal.
 Ada orang yang memperoleh Hal sekali saja dan dikuasai oleh Hal dalam waktu yang tertentu saja dan ada juga yang  terus-menerus di dalam Hal. Hal yang terus-menerus atau berkekalan dinamakan wishol yaitu penyerapan Hal secara terus-menerus, kekal atau baqo’. Orang yang mencapai wishol akan terus hidup dengan cara Hal yang terjadi. Hal-hal (ahwal) dan wishol bisa dibagi menjadi lima macam:
1 : Abid: 
Abid adalah orang yang dikuasai oleh Hal atau zauk yang membuat dia merasakan dengan sangat bahawa dirinya hanyalah seorang hamba yang tidak memiliki apa-apa dan tidak mempunyai daya dan upaya untuk melakukan sesuatu. Kekuatan, usaha, bakat-bakat dan apa saja yang ada dengannya adalah  daya dan upaya yang dari Alloh. Semuanya itu adalah karunia Allohsemata-mata. Alloh sebagai Pemilik yang sebenarnya, apabila Dia memberi, maka Dia berhak mengambil kembali pada masa yang Dia kehendaki. Seorang abid benar-benar bersandar kepada Allah s.w.t sekiranya dia melepaskan sandaran itu dia akan jatuh, kerana dia benar-benar melihat dirinya kehilangan apa yang datangnya dari Allah s.w.t.
2 : Asyikin:
Asyikin ialah orang yang memandang sifat Keindahan Allah s.w.t. Rupa, bentuk, warna dan ukuran tidak menjadi soal kepadanya kerana apa saja yang dilihatnya menjadi cermin yang dia melihat Keindahan serta Keelokan Allah s.w.t di dalamnya. Amal atau kelakuan asyikin ialah gemar merenungi alam dan memuji Keindahan Allah s.w.t pada apa yang disaksikannya. Dia boleh duduk menikmati keindahan alam beberapa jam tanpa merasa jemu. Kilauan ombak dan titikan hujan memukau pandangan hatinya. Semua yang kelihatan adalah warna Keindahan dan Keelokan Allah s.w.t. Orang yang menjadi asyikin tidak memperdulikan lagi adab dan peraturan masyarakat. Kesedarannya bukan lagi pada alam ini. Dia mempunyai alamnya sendiri yang di dalamnya hanyalah Keindahan Alloh s.w.t.
3 : Muttakholiq: 
 Muttakholiq adalah orang yang mencapai yang Haq dan bertukar sifatnya. Hatinya dikuasai oleh suasana  Qurbi Faroidh atau Qurbi Nawafil. Dalam Qurbi Faroidh, muttakholiq merasakan dirinya adalah alat dan Allah s.w.t menjadi Pengguna alat. Dia melihat perbuatan atau kelakuan dirinya terjadi tanpa dia merancang dan campur tangan, bahkan dia tidak mampu mengubah apa yang akan terjadi pada kelakuan dan perbuatannya. Dia menjadi orang yang berpisah daripada dirinya sendiri. Dia melihat dirinya melakukan sesuatu  perbuatan seperti dia melihat orang lain yang melakukannya, yang dia tidak berdaya mengawal atau mempengaruhinya. Hal Qurbi Faraidh adalah dia melihat bahawa Allah s.w.t melakukan apa yang Dia kehendaki. Perbuatan dia sendiri adalah gerakan Allah s.w.t, dan diamnya juga adalah gerakan Allah s.w.t. Orang ini tidak mempunyai kehendak sendiri, tidak ada ikhtiar dan tadbir. Apa yang mengenai dirinya, seperti perkataan dan perbuatan, berlaku secara spontan. Kelakuan atau amal Qurbi Faroidh ialah bercampur-campur di antara logika dengan tidak logika, mengikut adat dengan merombak adat, kelakuan alim dengan jahil. Dalam banyak perkara penjelasan yang boleh diberikannya ialah, “Tidak tahu! Allah s.w.t berbuat apa yang Dia kehendaki”.
 Dalam suasana Qurbi Nawafil pula muttakholiq melihat dengan mata hatinya sifat-sifat Allah s.w.t dan dia menjadi pelaku atau pengguna sifat-sifat tersebut, yaitu dia menjadi khalifah dirinya sendiri. Hal Qurbi Nawafil ialah berbuat dengan izin Allah s.w.t kerana Allah s.w.t memberikan kepadanya untuk berbuat sesuatu. Contoh Qurbi Nawafil adalah kelakuan Nabi Isa a.s yang membentuk rupa burung dari tanah liat lalu menyuruh burung itu terbang dengan izin Allah s.w.t, juga kelakuan beliau a.s menyeru orang mati supaya bangkit dari kuburnya. Nabi Isa a.s melihat sifat-sifat Allah s.w.t yang diizinkan menjadi kemampuan beliau, sebab itu beliau tidak ragu-ragu untuk menggunakan kemampuan tersebut menjadikan burung dan menghidupkan orang mati dengan izin Allah s.w.t.
4 : Muwahhid: 
 Muwahhid fana’ dalam dzat, dzatnya lenyap dan DZat Mutlak yang menguasainya. bagi muwahhid ialah dirinya tidak ada, yang ada hanya Alloh s.w.t. Orang ini telah putus hubungannya dengan kesedaran basyariah dan sekalian maujud. Kelakuan atau amalnya tidak lagi seperti manusia biasa karena dia telah terlepas dari sifat-sifat kemanusiaan dan kemakhlukan. Misalkan dia bernama Abdullah, dan jika ditanya kepadanya di manakah Abdullah, maka dia akan menjawab Abdullah tidak ada, yang ada hanyalah Allah! Dia benar-benar telah lenyap dari ke‘Abdullah-an’ dan benar-benar dikuasai oleh ke‘Allah-an’. Ketika dia dikuasai oleh hal dia terlepas daripada beban hukum syarak. Dia telah fana dari ‘aku’ dirinya dan dikuasai oleh kewujudan ‘Aku Hakiki’. Walau bagaimana pun sikap dan kelakuannya dia tetap dalam ridho Allah s.w.t. Apabila dia tidak dikuasai oleh hal, kesedarannya kembali dan dia menjadi ahli syariat yang taat. Perlu diketahui bahawa hal tidak boleh dibuat-buat dan orang yang dikuasai oleh hal tidak berupaya menahannya.
 Orang-orang sufi bersepakat mengatakan bahawa siapa yang mengatakan, “Ana al-Haq!” sedangkan dia masih sadar tentang dirinya maka orang tersebut adalah sesat dan kufur!
5 :  Mutahaqqiq: 
 Mutahaqqiq ialah orang yang setelah fana dalam dzat turun kembali kepada kesedaran sifat, seperti yang terjadi kepada nabi-nabi dan wali-wali demi melaksanakan amanat sebagai khalifah Alloh di muka bumi dan kehidupan dunia yang wajib diurusi.
 Dalam kesadaran dzat seseorang tidak keluar  dari khalwatnya dengan Alloh s.w.t dan tidak peduli tentang keruntuhan rumah tangga dan kehancuran dunia seluruhnya. Sebab itu orang yang demikian tidak boleh dijadikan pemimpin. Dia mesti turun kepada kesedaran sifat barulah dia boleh memimpin orang lain. Orang yang telah mengalami kefanaan dalam zat kemudian disadarkan dalam sifat adalah benar-benar pemimpin yang dilantik oleh Alloh s.w.t menjadi Khalifah-Nya untuk memakmurkan makhluk Alloh s.w.t dan memimpin umat manusia menuju jalan yang diridhoi Alloh s.w.t. Orang inilah yang menjadi ahli makrifat yang sejati, ahli hakikat yang sejati, ahli thorikoh   yang sejati dan ahli syariat yang sejati, berkumpul padanya dalam satu kesatuan yang menjadikannya Insan Robbani. Insan Robbani peringkat tertinggi ialah para nabi-nabi dan Alloh karuniakan kepada mereka maksum, sementara yang tidak menjadi nabi dilantik sebagai wali-Nya yang diberi perlindungan dan pemeliharaan

10. “Ruhnya Amal yaitu Ikhlas”
٭ الاَعمالُ صوَرٌ قاءمة ٌ وَارواحُها وجودُ سِرِّ الاخلاصِ فيها ٭

10."Amal perbuatan itu sebagai kerangka yang tegak, sedang roh [jiwanya], ialah terdapatnya rahasia ikhlas dalam amal perbuatan itu."

Amal ialah,  geraknya badan lahir atau hati. amal itu digambarkan sebagai tubuh/jasad. sedangkan ikhlas itu sebagai ruhnya. yakni., badan tanpa ruh berarti mati. amal lahir atau amal hati itu bisa hidup hanya dengan adanya ikhlas. Alloh berfirma, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas)kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus” albayyinah 5. “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas)kepada-Nya.” Az-zumar 2.
Imam Hasan Al-Bashari, barkata, “Aku pernah bertanya kepada shahabat Hudzaifah r.a. tentang ikhlas, beliau menjawab: Aku pernah bertanya kepada Rasululloh SAW ikhlas itu apa, beliau menjawab: Aku pernah menanyakan ttg ikhlas itu kpd malaikat Jibril a.s dan beliau menjawab: Aku pernah bertanya ttg hal itu kepada Alloh Rabbul 'Izzaah, dan IA menjawab: "IKHLAS ialah RAHASIA di antara rahasia-rahasiaKU yg Kutitipkan di hati hambaKU yg Aku cintai."
Ikhlas itu berbeda/bertingkat sesuai dengan perbedaan orang yang beramal.
Keikhlasan orang yang bersungguh-sungguh dalam ibadah, dan amal perbuatan itu telah bersih dari pada riya' yang nampak ataupun yang tersembunyi, sedang tujuan amal perbuatan mereka selalu hanya pahala yang dijanjikan oleh Allah kepada hamba-Nya ,dan supaya diselamatkan dari neraka-Nya.
Keikhlasan orang-orang yang cinta kepada Alloh, yang beramal hanya karena mengagungkan Alloh,karena hanya Alloh dzat yang wajib di Agungkan, tidak karena pahala atau selamat dari siksa neraka. Sayyidah Robi’ah al-‘Adawiyyah bermunajat pada Alloh: Ya Alloh, saya beribadah kepadamu bukan karena takut nerakamu, dan juga tidak karena cinta dengan surgamu. Perkataan ini masih mengnggap dirinya yang beribadah(mengaku bisa beribadah).

Keikhlasan orang –orang yang sudah Ma’rifat kepada Alloh. Mereka selalu melihat kepada Alloh, gerak dan diamnya badan dan hatinya itu semua atas kehendak Alloh, mereka tidak merasa kalau bisa beramal,kecuali diberi pertolongan oleh Alloh, tidak sebab daya kekuatan dirinya sendiri.

11. “Hati-hati dengan keterkenalan”

٭ اِدْفن وُجُودَك فى ارضِ الخُمول. فما نبتَ مِمَّالم يُدفن لايتِمُّ نِتاجهُ ٭

11."Tanamlah dirimu dalam tanah kerendahan, sebab tiap sesuatu yang tumbuh namun tidak ditanam, maka tidak sempurna hasil buahnya."

Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya bagi seorang yang beramal, dari pada menginginkan kedudukan dan terkenal pergaulannya di tengah-tengah masyarakat. Dan ini termasuk keinginan hawa nafsu yang utama.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang merendahkan diri, maka Alloh akan memuliakannya dan barang siapa yang sombong, Alloh akan menghinanya.
 Ibrahim bin Adham radhiallohu 'anhu berkata: "Tidak benar tujuan kepada Alloh, siapa yang ingin terkenal."
Ayyub as-Asakhtiyani radhiallohu 'anhu berkata: "Demi Alloh tidak ada seorang hamba yang sungguh-sungguh ikhlas pada Alloh, melainkan ia merasa senang, gembira jika ia tidak mengetahui kedudukan dirinya."
Mu'adz bin Jabal berkata: Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya sedikit riya' itu sudah termasuk syirik. Dan barangsiapa yang memusuhi wali Alloh, maka telah memusuhi Alloh. Dan sesungguhnya Alloh mencintai orang-orang yang bertaqwa yang tersembunyi [tidak terkenal], yang bila tidak ada, tidak dicari dan bila hadir tidak dipanggil dan tidak dikenal. Hati mereka bagai pelita hidayat, mereka terhindar dari segala kegelapan dan kesukaran."
Abu Hurairoh rodhiallahu 'anhu berkata: Ketika kami di majlis Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam, tiba-tiba Rasululloh  bersabda: Besok pagi akan ada seorang ahli surga yang sholat bersama kamu. Abu Hurairoh berkata: Aku berharap semoga akulah orang yang ditunjuk oleh Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam itu. Maka pagi-pagi aku shalat di belakang Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam dan tetap tinggal di majlis setelah orang-orang pada pulang. Tiba-tiba ada seorang budak hitam berkain compang-camping datang berjabat tangan pada Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam sambil berkata: Wahai Nabi Alloh! Do’akan semoga aku mati syahid. Maka Rasululloh shollallohu 'alaihi wasallam berdoa, sedang kami mencium bau kasturi dari badannya. Kemudian aku bertanya: Apakah orang itu wahai Rasululloh? Jawab Nabi: Ya benar. Ia seorang budak dari bani fulan. Abu Hurairoh berkata: Mengapa engkau tidak membeli dan memerdekakannya wahai Nabi Alloh? Jawab Nabi: Bagaimana aku akan dapat berbuat demikian, sedangkan Alloh akan menjadikannya seorang raja di surga. Wahai Abu Hurairoh! Sesungguhnya di surga itu ada raja dan orang-orang terkemuka, dan ini salah seorang raja dan terkemuka. Wahai Abu Hurairoh! Sesungguhnya Alloh mengasihi, mencintai makhluknya yang suci hati, yang samar, yang bersih, yang terurai rambut, yang kempes perut kecuali dari hasil yang halal, yang bila akan masuk kepada raja tidak diizinkan, bila meminang wanita bangsawan tidak akan diterima, bila tidak ada tidak dicari, bila hadir tidak dihiraukan, bila sakit tidak dijenguk, bahkan ia meninggal tidak dihadiri jenazahnya.
 Para sahabat bertanya: Tunjukkan kepada kami wahai Rasululloh salah seorang dari mereka? Jawab Nabi: Uwais al-Qorany, seorang berkulit coklat, lebar kedua bahunya, tingginya agak sedang dan selalu menundukkan kepalanya sambil membaca al-Qur'an, tidak terkenal di bumi tetapi terkenal di langit, andaikan ia bersungguh-sungguh memohon sesuatu kepada Allah pasti diberinya. Di bawah bahu kirinya berbekas. Wahai Umar dan Ali! Jika kamu bertemu padanya, maka mintalah kepadanya supaya memohonkan ampun untukmu.
12. “ ‘UZLAH”

٭ مانفعَ القَلبَ شَيءٌ مثلُ عُزْلةٍ يَدْخُلُ بها ميدان فِكرةٍ ٭

12."Tidak ada sesuatu yang sangat berguna bagi hati [jiwa], sebagaimana menyendiri untuk masuk ke medan tafakur."

Seorang murid/salik kalau benar-benar ingin wushul kepada Alloh, pastilah ia berusaha bagaimana supaya hatinya tidak lupa pada Alloh, bisa selalu mendekatkan diri kepada Alloh. Dalam usaha ini tidak ada yang lebih bermanfaat kecuali uzlah (menyendiri dari pergaulan umum), dan dalam kondisi uzlah murid mau Tafakkur(berfikir tentang makhluknya Alloh, kekuasaan Alloh, keagungan Alloh, keadilan Alloh dan belas kasih nya Alloh) yang bisa menjadikan Hati timbul rasa takdhim kepada Alloh. Menambah keyaqinan dan ketaqwaan kepada Alloh.
Adapun bahayanya murid yang tidak uzlah itu banyak sekali,
Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: "Perumpamaan seorang sahabat yang tidak baik, bagaikan pandai besi yang membakar besi, jika kamu tidak terkena oleh percikan apinya, maka kamu terkena bau busuknya."
  Alloh Ta'ala mewahyukan kepada Nabi Musa alaihissalam: "Wahai putra Imran! Waspadalah selalu dan pilihlah untuk dirimu seorang sahabat [teman], dan sahabatmu yang tidak membantumu untuk membuat taat kepada-Ku, maka ia adalah musuhmu."
Dan juga Alloh mewahyukan kepada Nabi Dawud alaihissalam: "Wahai Dawud! Mengapakah engkau menyendiri? Jawab Dawud: Aku menjauhkan diri dari makhluk untuk mendekat kepada-Mu. Maka Alloh berfirman: Wahai Dawud! Waspadalah selalu, dan pilihlah untukmu sahabat, dan tiap sahabat yang tidak membantu untuk taat kepada-Ku, maka itu adalah musuhmu, dan akan menyebabkan membeku hatimu serta jauh dari-Ku."
  Nabi Isa alaihissalam bersabda: "Jangan berteman dengan orang-orang yang mati, niscaya hatimu akan mati. Ketika ditanya: Siapakah orang-orang yang mati itu? Nabi Isa memjawab: Mereka yang rakus kepada dunia.

 Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: "Yang paling aku khawatirkan pada umatku, ialah lemahnya iman dan keyakinan."
  Nabi Isa alaihissalam bersabda: "Berbahagialah orang yang perkataanya dzikir, diamnya tafakur dan pandangannya tertunduk. Sesungguhnya orang yang sempurna akal ialah yang selalu mengoreksi dirinya, dan selalu menyiapkan bekal untuk menghadapi hari setelah mati."
  Sahl at-Tustary radhiallahu 'anhu berkata: "Kebaikan itu terhimpun dalam empat macam, dan dengan itu tercapai derajat wali [di samping melakukan semua kewajiban-kewajiban agama], yaitu: 1. Lapar. 2. Diam. 3. Menyendiri 4. Bangun tengah malam [sholat tahajjud].
13. “Resiko Hati yang keruh”

٭ كيف يُشْرقُ قلبٌ صُوَرُالاَكوَانِ مُنطبِعَة ٌ فى مِرْاَته ؟ ام كيفَ يرحلُ الى الله وهو مُكبَّلٌ بِشهواتِهِ ؟ ام كيفَ يَطمعُ ان يَدْخُلَ حَضرَةَ اللهِ وهو لم يتطهَّرْ من جنابةِ غفلاتهِ ؟ ام كيفَ يرجُواَنْ يَفهَمَ د قاءـقَ الاسراَرِ وهُوَ لمْ يَتـُبْ من هفَوَاتِهِ؟ ٭

13."Bagaimana akan dapat bercahaya hati seseorang yang gambar dunia ini terlukis dalam cermin hatinya. Bagaimana berangkat  menuju kepada Allah, padahal ia masih terbelenggu oleh nafsu syahwat. Bagaimana akan dapat masuk menjumpai Allah, padahal ia belum bersih dari kelalaian. Bagaimana ia berharap akan mengerti rahasia yang halus dan tersembunyi, padahal ia belum taubat dari kekeliruannya."


Dalam hikmah ke 13 ini menjadi kelanjutan hikmah sebelumnya (12) yang menerangkan tentang pentingnya Uzlah, sedang hikmah 13 memperingatkan Uzlah jasad (tubuh) saja tidak akan ada artinya jika hatinya tidak ikut ber-Uzlah, hatinya masih bebas dan dipenuhi empat perkara :
1.   Gambaran, ingatan, keinginan terhadap benda(dunia), seperti harta, wanita,pangkat jabatan dll.
2.   Syahwat,keinginan yang melupakan Alloh.
3.   Kelalaian dari dzikir kepada Alloh.
4.   Dosa-dosa yang tidah di basuh dengan Taubat.
Jadi seorang murid yang ingin wushul kepada Alloh harus membersihkan dari empat perkara tersebut.
      Karena Berkumpulnya dua hal yang berlawanan pada saat besamaan dalam satu tempat dan waktu itu mustahil [tidak mungkin], sebagaimana berkumpulnya antara diam dan gerak, antara cahaya terang dan gelap. Demikian pula cahaya iman berlawanan dengan gelap yang disebabkan karena selalu masih berharap kepada sesuatu selain Alloh. Demikian pula mengembara menuju kepada Alloh harus bebas dari belenggu hawa nafsu supaya dapat sampai kepada Alloh azza wajalla. Alloh berfirman: "Bertakwalah kepada Alloh dan Alloh akan mengajarkan kepadamu segala kebutuhanmu."
Rosulullah shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa mengamalkan apa yang telah diketahui, maka Allah akan mewariskan kepadanya pengetahuan yang belum diketahui."
  Imam Ahmad bin Hambal rodhiallohu 'anhu bertemu dengan Ahmad bin Abi Hawari dan berkata: Ceritakanlah kepada kami apa-apa yang pernah engkau dapat dari gurumu Abu Sulaiman. Jawab Ahmad bin Abi Hawari: Bacalah Subhanallah tapi tanpa rasa kekaguman. Setelah dibaca oleh Ahmad bin Hambal: "Subhanallah". Maka Ibnu Hawari berkata: Aku telah mendengar Abu Sulaiman berkata: Apabila hati [jiwa] manusia benar-benar berjanji akan meninggalkan semua dosa, niscaya akan terbang ke alam malakut, kemudian kembali membawa berbagai ilmu yang penuh hikmah tanpa memerlukan lagi guru. Ahmad bin Hambal setelah mendengar keterangan itu langsung ia berdiri dan duduk ditempatnya berulang-ulang sampai tiga kali, lalu berkata: Belum pernah aku mendengar keterangan serupa ini sejak aku masuk Islam. Ia sungguh merasa puas dan sangat gembira menerima keterangan itu,
lalu ia membaca hadits: "Man amila bima alima warrotsahullohu ilma maa lam ya'lam." Barangsiapa yang mengamalkan apa yang telah diketahui, maka Alloh akan mewariskan kepadanya pengetahuan yang belum diketahui
14. “Alam terang karena Nur Ilahi”

٭ الكَونُ كلُّهُ ظُلمة ٌ واِنّمَا اَناَرَهُ ظُهُورُالحَقِّ فيه فمن رأى الكَوْنَ ولم يَشْهَدْهُ فيهِ اوعِندهُ اوقَبْله اوبَعْدهُ فقد اَعوزَهُ وجودُ الانوَرِ وحُجِبتْ عَنه شموس المعارفِ بِسُحُبِ الاثارِ ٭

14."Alam itu semuanya dalam kegelapan, sedangkan yang meneranginya, hanya karena dhohirnya Al-haq [Alloh] padanya, maka barangsiapa yang melihat alam, lantas tidak melihat Alloh di dalamnya, atau didekatnya, atau sebelumnya, atau sesudahnya, maka sungguh ia telah disilaukan oleh nur [cahaya], dan tertutup baginya surya [nur-cahaya] ma'rifat oleh tebalnya benda-benda alam ini."

 Alam semesta yang mulanya tidak ada dan memang gelap, sedang yang menampakkannya sehingga berupa kenyataan, hanya kekuasaan Alloh padanya, karena itu barangsiapa yang melihat sesuatu benda alam ini, lantas tidak terlihat olehnya kebesaran dan kekuasaan Alloh yang ada pada benda itu, sebelum atau sesudahnya, berarti ia telah disilaukan oleh cahaya. Bagaikan ia melihat cahaya yang terang benderang, lalu ia mengira tidak ada bola yang menimbulkan cahaya itu. Maka semua seisi alam ini bagaikan cahaya, sedang yang hakiki [sebenarnya] terlihat itu semata-mata kekuasaan dzat Alloh subhanahu wata'ala.

Arti melihat Alloh didalam AL-KAUN (alam) yaitu:segala sesuatu yang ada ini berjalan menurut hukum Alloh, jadi hatinya hamba ketika melihat alam, langsung dia tahu Alloh yang membuat. ALLOHU KHOOLIQU KULLI SYAI’(Alloh-lah yang menciptakan segala sesuatu). Tidak melihat sebab-musababnya.

Melihat Alloh didekat AL-KAUN (alam) yaitu: sadar kalau Alloh-lah yang mengurusi dan mengatur semuanya sesuai dengan kehendakNya, dengan kesadaran yang seperti ini hati akan terdorong untuk selalu muroqobah dengan rasa syukur dan selalu berusaha melaksanakan kewajiban dari Alloh, dan akhirnya akan hilang kesenangan-kesenangan nafsu.
Melihat Alloh sebelum AL-KAUN (alam)sebelum sesuatu diwujudkan yaitu: melihat kita melakukan sesuatu yang di inginkan itu tidak akan terjadi tanpa dikehendaki oleh Alloh. Dengan kesadaran seperti ini hati bisa bertawakkal(menyerahkan semua pada Alloh atas apa yang di inginkan.karena yaqin semua yang wujud itu pasti Alloh yang mewujudkan.
Melihat Alloh sesudah AL-KAUN (alam) yaitu:sebab melihat Alloh hamba tidak merasa kalau dia melakukan sesuatu/amal, karena sadar bahwa Alloh-lah yang menjadikan amal itu.
15-24. “BUKTI KEKUASAAN ALLOH”

٭ مِمَّايَدُلُّكَ على وجُودِ قهرِهِ سُبْحانهُ ان حجبكَ عَنهُ بما ليسَ بموجُودٍ معهُ ٭


 15."Di antara bukti-bukti yang menunjukkan adanya kekuasaan Alloh yang luar biasa, ialah dapat menghijab engkau dari pada melihat kepada-Nya dengan hijab tanpa wujud di sisi Alloh."


Sepakat para orang-orang arif, bahwa segala sesuatu selain Alloh tidak ada artinya, tidak dapat disamakan adanya sebagaimana adanya Allah, sebab adanya alam terserah kepada karunia Alloh, bagaikan adanya bayangan yang tergantung selalu kepada benda yang membayanginya. Maka barangsiapa yang melihat bayangan dan tidak melihat kepada yang membayanginya, maka di sinilah terhijabnya. Alloh berfirman: "segala sesuatu rusak binasa kecuali dzat Alloh." Rosulullah shollallohu 'alaihi wasallam membenarkan ucapan seorang penyair yang berkata: ''Camkanlah!Bahwa segala sesuatu selain Alloh itu palsu belaka. Dan tiap nikmat kesenangan dunia, pasti akan binasa.]



٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهوالذى اظهركلَّ شيىءٍ ٭

16."Bagaimana dapat dibayangkan bahwa Allah dapat dihijab [dibatasi tirai] oleh sesuatu padahal Alloh yang menampakkan [mendhohirkan] segala sesuatu."

٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهوالذى ظَهربِكلّ شيىءٍ ٭

17."Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] yang tampak [dhohir] pada segala sesuatu."

٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهوالذى ظهرفى كلّ شيىءٍ ٭

18."Bagaimana akan mungkin dihijab oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] yang terlihat dalam tiap sesuatu."


٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهوالذى ظهرلِكلّ شيىءٍ ٭
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهو الظاهرقبل وجودِ كلّ شيىءٍ ٭

19."Bagaimana akan dapat ditutupi oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] yang tampak pada tiap sesuatu. Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] yang ada dhohir sebelum adanya sesuatu."

٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهو اَظَْهرمن كلّ شيىءٍ ٭

20."Bagaimana akan mungkin dihijab oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] lebih jelas dari segala sesuatu."

٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهوالواحد الذى ليسَ معهُ شيىءٍ ٭
21."Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] yang tunggal yang tidak ada di samping-Nya sesuatu apapun."



٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهواقربُ ا ِليكَ من كلّ شيىءٍ ٭

22."Bagaimana akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] lebih dekat kepadamu dari segala sesuatu."


٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ ولولاه ماكان وجودُ كلّ شيىءٍ ٭

23."Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal seandainya tidak ada Alloh, niscaya tidak akan ada segala sesuatu."

Alloh itu dzat yang mendhohirkan segala sesuatu, bagaimana mungkin sesuatu itu bisa menutupi/menghijab-Nya.
Alloh itu dzat yang nyata pada segala sesuatu, bagaimana bisa Dia tertutupi,
Alloh itu dzat yang maha Esa, tidak ada sesuatu yang bersama-Nya, bagaimana mungkin Dia dihijab oleh sesuatu yang tidak wujud disamping-Nya.


Demikian tampak jelas sifat-sifat Alloh pada tiap-tiap sesuatu di alam ini, yang semua isi alam ini sebagai bukti kebesaran, kekuasaan, keindahan, kebijaksanaan dan kesempurnaan dzat Alloh yang tidak menyerupai sesuatu apapun dari makhluknya. Sehingga bila masih ada manusia yang tidak mengenal Alloh [tidak melihat Alloh], maka benar-benar ia telah silau oleh cahaya yang sangat terang, dan telah terhijab dari nur ma'rifat oleh awan tebal yang berupa alam sekitarnya.


٭ يا عجبا كيفَ يظهرُالوجودُفى العدمِ ، ام كيفَ يَثبُتُ الحادثُ معَ من لهُ وَصفُ القِدَمِ ٭


24."Sungguh sangat ajaib, bagaimana tampak wujud dalam ketiadaan, atau bagaimana dapat bertahan sesuatu yang hancur itu, di samping dzat yang bersifat qidam."