BAB I
PENDAHULUAN
Mencari ilmu merupakan suatu kewajiban yang harus ditempuh bagi setiap manusia, seperti yang disabdakan Rosulullah SAW :
Artinya :” Mencari ilmu itu sangat wajib bagi muslim
laki-laki maupun muslim perempuan”.
Telah kita ketahui pada hadits tersebut bahwasannya mencari ilmu merupakan suatu kewajiban bukan hanya bagi kaum Adam, bahkan kaum Hawapun diwajibkan unuk mencarinyadan ilmu tersebut akan diperoleh tentunya dengan melalui proses pembelajaan.
Proses belajar mengajar merupakan enteraksi edukatif yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam situasi tertentu. Mengajar lebih Spesifik lagi melaksanakan proses belajar mengajar bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan dapat begitu saja tanpa direncanakan sebelumnnya, akan tetapi mengajar itu merupakan suatu kegiatan yang semestinya direncanakan desain sedemekian rupa mengikuti langkah-langkah prosedur tertentu.
Etika / akhlak merupakan salah satu
prosedur dalam pembelajaran, Dalam menjalin hubungan antar sesama manusia
harus dilandasi dengan ahlakul karimah, Dalam pengertian filsafat islam
etika/akhlak ialah salah satu hasil dari iman dan ibadat, bahwa iman dan ibadat
manusia tidak sempurna kecuali kalau timbul etika/akhlak yang mulia dan
muamalah yang baik tarhadap Allah dan MakhlukNya.
Dalam lingkungan pendidikan, peserta didik merupakan suatu subyek dan obyek pendidikan yang memerlukan bimbingan dari orang lain untuk memebnatu mengarahkannya mengembangkan potensi yang dimliki serta membimbinnya menuju kedewasaan. Oleh karena itu peserta didik / murid sebagai pihak yang diajar, dibina dan dilatih untuk dipersiapkan menjadi manusia yang kokoh iman dan islamnya harus mempunyai etikadan berakhlakul kariamah baik kepada guru maupun maupun dengan yang lainnya
Dalam lingkungan pendidikan, peserta didik merupakan suatu subyek dan obyek pendidikan yang memerlukan bimbingan dari orang lain untuk memebnatu mengarahkannya mengembangkan potensi yang dimliki serta membimbinnya menuju kedewasaan. Oleh karena itu peserta didik / murid sebagai pihak yang diajar, dibina dan dilatih untuk dipersiapkan menjadi manusia yang kokoh iman dan islamnya harus mempunyai etikadan berakhlakul kariamah baik kepada guru maupun maupun dengan yang lainnya
BAB II
ADAB DAN ETIKA SISWA TERHADAP GURU
1. Pengertian Etika
Pengertian Etika (Etimologi),
berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau
adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan
perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam
bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup
seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari
hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral lebih kurang sama
pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu
moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah
untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
2. Pengertian Guru dan Siswa
a. Pengertian Guru
Artinya : “Sampaikanlah
dariku walaupun satu ayat.”
Dalam literatur kependidikan Islam, kata
guru sering juga dikatakan dengan ustadz, mu’allim, murabbiy,mudarris dan muaddib.
Sedangkan menurut Muhammad Ali al-Khuli dalam kamusnya “Dictionary of
Education; English-Erobic”, kata “guru” disebut juga dengan mu’allim dan mudarris.
Kata “uztadz” biasa digunakan untuk memanggil seorang
profesor. Ini mengandung makna bahwa seorang guru dituntut untuk komitmen
terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya. Seorang dikatakan
profesional, bilamana pada dirinya melihat sikap dedikatif yang tinggi terhadap
tugasnya, sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continous
improvemen, yaitu selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model
atau cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zamannya. Yang dilandasi oleh
kesadaran yang tinggi bahwa tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi
penerus yang akan hidup pada zamannya di masa depan.
b. Pengertian siswa
Kata “murid” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai pengertian orang yang sedang berguru.16 Menurut Ahmad Warson Al- Munawwir dalam kamusnya “Al-Munawwir” bahwa “murid” adalah orang yang masa-masa belajar.17 Sedangkan kata “murid” menurut John M. Echold dan Hassan Shadily adalah orang yang belajar (pelajar). Istilah lain yang berkenaan dengan murid (pelajar) adalah al-thalib.
Kata ini berasal dari bahasa Arab, thalaba,
yathlubu, thalaban, talibun yang berarti “orang yang mencari
sesuatu”.19 Pengertian ini dapat dipahami karena seorang pelajar adalah orang
yang tengah mencari ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dan
pembentukan kepribadiannya untuk bekal kehidupannya di masa depan agar
berbahagia dunia dan akhirat.
2. Etika siswa terhadap guru
1. Hendaklah murid
menghormati guru, memuliakan serta mengagungkannya karena Allah, dan berdaya
upaya pula menyenangkan hati guru dengan cara yang baik.
2. Bersikap sopan di
hadapan guru, serta mencintai guru karena allah.
3. Selektif dalam
bertanya dan tidak berbicara kecuali mendapat izin dari guru.
4. Mengikuti anjuran
dan nasehat guru.
5. Bila berbeda
pendapat dengan guru, berdiskusi atau berdebat lakukanlah
dengan cara yang baik,
6. jika melakukan
kesalahan segera mengakuinya dan meminta maaf kepada guru.
Artinya:
”Tidak boleh menuntut ilmu kecuali dari guru yang
amin dan tsiqah (mempunyai kecerdasan kalbu dan akal) karena kuatnya agam
adalah dengan ilmu”.
3. Adab seorang murid terhadap gurunya
1. Berpakaian rapi dan sopan
lagi bersih.
2. Bersikap sopan santun
dihadapan guru.
3. Murid menanyakan
beberapa masalah penting bagi manusia seperti tentang aqidah, ibadah dan akhlak
yang harus dilakukan selama hidup didunia ini.
4. Hendaknya seorang murid
menjaga diri dari mendengarkan perselisihan diantara mereka, baik yang ditekuni
itu termasuk ilmu dunia ataupun akhirat.Karena itu akan membingungkan akal dan
pikirannya, dan membuatnya putus asa dari melakukan pengkajian dan telaah
mendalam.
5. Seorang penuntut ilmu
tidak boleh meninggalkan suatu cabang ilmu yang terpuji, atau salah satu jenis
ilmu, kecuali ia harus mempertimbangkan matang-matang dan memperhatikan tujuan
dan maksudnya.
6. Hendaknya seorang tidak
menekuni semua bidang ilmu secara sekaligus melainkan memulai dengan yang lebih
mudah.
7. Hendaklah seorang
murid tidak memasuki suatu cabang ilmu sebelum menguasai cabang ilmu yang
sebelumnya.
8. Hendaklah mengetahui
faktor penyebab adanya ilmu yang mulia. Yang dimaksud adalah kemulian hasil,
kekokohan dan kekuatan dalil.
9. Hendaklah tujuan murid di
dunia adalah semata-mata untuk menghias dan mempercantik hatinya dengan
keutamaan, dan akhirat adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan
meningkatkan diri untuk bisa berdekatan dengan makhluk tertinggi dari kalangan
malaikat dan orangorang yang didekatkan (muqorrobin).
10. Hendaklah mengetahui kaitan dengan tujuan
agar supaya mengutamakan yang tinggi.
Dan juga perlu disadari, bahwa hormat dan
patuh kepada gurunya bukanlah manifestasi penyerahan total kepada guru yang
dianggap memiliki otoritas, melainkan karena keyakinan murid bahwa guru adalah
penyalur kemurahan Tuhan kepada para murid di dunia maupun di akhirat. Selain itu
juga didasarkan atas kepercayaan bahwa guru tersebut memiliki kesucian karena
memegang kunci penyalur ilmu pengetahuan dari Allah. Dengan demikian, dalam
kontek kepatuhan santri pada guru hanyalah karena hubungannya dengan kesalehan
guru kepada Allah, ketulusannya, dan kecintaanya mengajar murid-murid.
4. Hakikat Peserta Didik
dalam Pendidikan Islam
Menurut Langeveld, anak manusia itu memerlukan
pendidikan karena ia berada dalam keadaan tidak berdaya. Dalam dunia tasawuf,
peserta didik atau murid adalah orang yang menerima pengetahuan dan bimbingan
dalam melaksanakan amal ibadahnya, dengan memusatkan segala perhatian dan
usahanya ke arah itu. Peserta didik atau murid di sini ada tiga tingkat, yaitu:
a) Mubtadi’ atau
pemula, yaitu mereka yang baru mempelajari syari’at. Jiwanya masih terikat pada
kehidupan duniawi.
b) Mutawasit atau
tingkatan menengah, yaitu orang yang sudah dapat melewati kelas persiapan,
telah mempunyai pengetahuan yang dalam tentang syari’at. Kelas ini sudah mulai
memasuki pengetahuan dan alam batiniyah. Tahap ini adalah tahap belajar dan
berlatih mensucikan batin agar tercapai akhlak yang baik.
c) Muntahid atau tingkatan atas,
yaitu yang telah matang ilmu syari’atnya, sudah mendalami ilmu batiniyah. Orang
yang sudah mencapai tingkat ini disebut orang arif, yaitu orang yang sudah
boleh mendalami ilmu hakikat.
Perlu diperjelas beberapa diskripsi tentang hakikat
peserta didik dan implikasinya terhadap pendidikan Islam, yaitu:
a) Peserta didik
bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunianya sendiri.
Hal ini sangat penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap mereka dalam
proses kependidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa, baik dalam
aspek metode mengajar , materi yang akan diajarkan, sumber bahan yang
digunakan, dan lain sebagainya.
b) Peserta didik
adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan
pertumbuhan. Pemahaman ini cukup perlu untuk diketahui agar aktivitas
kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang
pada umumnya dilalui oleh setiap peserta didik.
c) Peserta didik
adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut kebutuhan jasmani
maupun rohani yang harus dipenuhi. Di antara kebutuhan tersebut adalah
kebutuhan biologis, kasih sayang, rasa aman, harga diri, realisasi diri, dan
lain sebagainya. Kesemuanya itu penting dipahami oleh pendidik agar tugas-tugas
kependidikannya dapat berjalan secara baik dan lancar.
d) Peserta didik adalah
makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual, baik yang disebabkan oleh
faktor pembawaan maupun lingkungan di mana ia berada. Pemahaman tentang differensiasi
individual peserta didik sangat penting untuk dipahami oleh seorang
pendidik.
e) Peserta didik
merupakan resultan dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani. Unsur
jasmani memiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan pembiasaan yang
dilakukan melalui proses pendidikan. Sementara unsur rohaniyyah memiliki dua
daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk mempertajam daya akal, maka proses
pendidikan hendaknya diarahkan untuk mengasah daya intelektualitasnya melalui
ilmu-ilmu rasional
f) Peserta didik adalah manusia
yang memiliki potensi (fithrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara
dinamis. Di sini tugas pendidik adalah membantu mengembangkan dan mengarahkan
perkembangan tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan yang diinginkan, tanpa
melepaskan tugas kemanusiaannya; baik secara vertikal maupun horizontal.
Seluruh
pendekatan peserta didik di atas perlu dipahami secara mendalam oleh setiap
pendidik atau komponen yang terlibat dalam proses kependidikan Islam. Wacana
ini dimaksudkan untuk memformat tugas-tugas kependidikan yang dinamis bagi
tercapainya tujuan yang diinginkan.
5. Hadist Tentang Etika
Peserta Didik dan Relasi Peserta Didik Dengan Guru Dalam Pendidikan
Islam
Islam mengajarkan untuk menuntut ilmu sepanjang hayat
dikandung badan. Sebagaimana tercantum dalam hadits nabi :
Artinya
“Carilah ilmu dari
buaian sampai liang lahat”(HR. Muslim)
Konsep pendidikan Islam, tugas mengajar, mendidik, dan
memberikan tuntunan sama artinya dengan upaya untuk meraih surga. Sebaliknya,
menelantarkan hal tersebut berarti sama dengan mejerumuskan diri ke dalam
neraka. Jadi, kita tidak boleh melalaikan tugas ini, terlebih lagi Nabi
bersabda :
“Muliakanlah anak-anakmu
dan didiklah mereka dengan baik” (hadits diketengahkan oleh Ibnu Majah
2/1211, tetapi Al-Albani menilainya dha’if)
Menurut
Langeveld anak manusia itu memerlukan pendidikan, karena ia berada dalam
keadaan tidak berdaya (hulpeoosheid). Dalam Al-Quran dijelakan:
“Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur”.(QS. An-Nahl: 78)
Manusia memepunyai banyak kecenderungan, ini
disebabkan oleh banyak potensi yang dibawanya. Dalam garis besarnya,
kecenderungan itu dapat dibagi dua, yaitu kecenderungan menjadi orang yang baik
dan kecenderungan menjadi orang yang jahat. Kecenderungan beragama termasuk ke
dalam kecenderungan menjadi baik.
Firman Allah dalam Al-Quran surat Ar-Rum
ayat 30:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus
kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Ar-Rum: 30)
Peserta didik di dalam mencari nilai-nilai
hidup, harus dapat bimbingan sepenuhnya dari pendidik, karena menurut ajaran
Islam, saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan suci/fitrah sedangkan alam
sekitarnya akan memberi corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan agama
peserta didik.
Hal ini sebagaimana sabda Nabi
Muhammad SAW :
Artinya: “Tidaklah anak yang
dilahirkan itu kecuali telah membaa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada
Allah), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama
Yahudi, Nasrani, Majusi (HR. Muslim).
a.
Menjadikan diri guru sebagai suri tauladan yang baik kepada murid
Keteladanan
dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil
dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak.
Anak memandang pendidik sebagai figure terbaik, yang tindak-tanduk dan
sopan-santunnya, disadari atau tidak, akan ditiru. Bahkan perkataan, perbuatan
dan tindak-tanduk guru akan senantiasa tertanam dalam kepribadian anak.
Allah SWT telah mengajarkan — dan Dia adalah
peletak metode samawi yang tiada taranya — bahwa Rasul yang diutus untuk menyampaikan
risalah samawi kepada umat manusia, adalah seorang pendidik yang mempunyai
sifat-sifat luhur, baik spiritual, moral maupun intelektual. Sehingga
umat manusia meneladaninya, menggunakan metodenya dalam hal kemuliaan,
keutamaan dan akhlak yang terpuji. Allah mengutus Nabi Saw sebagai teladan yang
baik bagi kaum muslimin sepanjang sejarah, dan bagi umat manusia di setiap saat
dan tempat, sebagai pelita yang menerangi dan purnama yang memberi petunjuk.
Allah berfirman dalam surat al-Ahzab/33 ayat 21:
لقد كان لكم في رسول الله
اسوة حسنة
Artinya:
Sesumngguhnya telah
ada pada( diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik.
Dalam al-Ahzab/33
ayat 45-46 disebutkan sebagai berikut:
يا ايها النبي انا ارسلناك
شاهدا ومبشرا ونذيرا وداعيا الى الله باذنه وسراجا منيرا
Artinya:
Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk
jadi saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi
penyeru kepad agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerang.
Allah meletakkan pada diri Nabi yang mulia suatu
bentuk yang sempurna bagi metode pendidikan yang islami, agar menjadi gambaran
yang hidup dan abadi bagi generasi-generasi umat selanjutnya dalam kesempurnaan
akhlak dan universalitas keagungan kepribadian.
Aisyah pernah
ditanya tentang akhlak Rasulullah, beliau berkata:
حدثنا عبد الله حدثني ابي
ثنا عبد الرزاق عن معمر عن قتا دة عن زرارة عن سعد بن هشام قال سالت عاءشة فقالت
اخبرني عن خلق رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالت: كان خلقه القران
Artinya:
…Akhlaknya adalah al-Qur`an.
Ungkapan Aisyah
tersebut tentu tidak mengherankan karena karena Allah Yang Maha Sucilah yang
telah mendidiknya secara langsung dalam suasana pendidikan yang mulia.
b.
Berbicara kepada murid dengan lembut dan wajah senyum
Nabi
Saw mengajarkan supaya memilih kata-kata yang santun ketika berbicara kepada
siapa pun, apalagi kepada murid-murid yang mendengarkan penyampaian ilmu dari
seorang guru. Tindakan yang demikian akan berakibat dilecehkannya seorang guru
oleh murid. Kata-kata yang indah dan menyentuh kalbu justru akan membekas lama
dalam hati murid, dan akan membimbingnya dengan efektif. Rasulullah Saw
bersabda:
حدثنا هناد حدثنا عبدة عن
محمد بن عمر وحدثني ابي عن جدي قال: سمعت بلال بن الحرث المزني صاحب رسول الله صلى
الله عليه وسلم يقول: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: ان احدكم
ليتكلم بالكلمت من رضوان الله ما يظن ان تبلغ ما بلغت فيكتب الله له بها رضوانه
الى يوم يلقاه وان احدكم ليتكلم بالكلمت من سخط الله ما يظن ان تبلغ ما بلغت
فيكتب الله عليه بها سخطه الى يوم يلقاه
Artinya:
Sesungguhnya di antara kalian ada yang
mengucapkan kata-kata (baik) yang diridhai Allah, dan tidak tahu kadar derajat
kemuliaan kata-kata itu. Maka dengan
kata-kata tersebut, Allah melimpahkan ridha-Nya kepada orang itu hingga hari
perjumpaan nanti (Hari Kiamat). Dan sesungguhnya di antara kalian ada yang
mengucapkan kata-kata (buruk) yang dimurkai Allah, dan dia tidak tahu kadar
derajat kehinaan kata-kata itu. Maka dengan kata-kata tersebut Allah menetapkan
murka-Nya kepada orang tersebut hingga hari perjumpaan nanti (Hari Kiamat).
Seorang
guru ketika menyampaikan ilmu dan melakukan interaksi edukatif kepada
murid-muridnya hendaklah dengan raut wajah yang tulus dan senyum. Rasulullah
Saw menjadi contoh sempurna tentang hal ini. Perihal senyum Rasulullah, Abu
Darda` berkata:
حدثنا عبد الله حدثني ابي
ثنا زكريا بن عدي انا بقية عن حبيب بن عمر الانصاري عن شيخ يكني ابا عبد الصمد قال
سمعت ام الدرداء نقول: كان ابو الدرداء اذا حدث حديثا تبسم فقلت لا يقول الناس انك
اي امحق فقال: <ما رايت او ما سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يحدث حديثا
الا تبسم>
Artinya:
Tidak pernah saya
melihat atau mendengar Rasulullah Saw mengatakan suatu perkataan kecuali sambil
tersenyum.
Jabir r.a. juga
mengatakan sebagai berikut:
حدثنا احمد بن منيع حدثنا
معاوية بن عمر وحدثنا زاءدة عن اسماعيل بن ابي خالد عن قيس عن جرير قال: <ما
حجبني رسول الله صلى الله عليه و سلم منذ اسلمت ولا راني الا تبسم>
Artinya:
Rasulullah Saw tidak
pernah terpisahkan dariku sejak aku masuk Islam, dan beliau tidak pernah
melihatku kecuali sambil tersenyum.
Perkataan lembut
bahkan dapat melembutkan hati yang keras. Sebagai contoh, Nabi Musa dituntun
oleh Allah SWT agar menyampaikan perkataan yang lembut untuk menyampaikan pesan
kebenaran kepada Fir’aun yang kejam. Allah berfirman dalam surat Taha/20 ayat
43-44:
هذهبا الى فرعون انه طغى ()
فقولا له قولا لينا لعله يتذكر او يخشى
Artinya:
Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, karena
dia benar-benar telah melampaui batas; maka bicaralah kamu berdua kepadanya
(Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau
takut.
Di
samping itu, seorang guru juga tidak boleh tergesa-gesa dalam menyampaikan
pesan-pesan pendidikan kepada para siswa. Karena hal ini akan membuat mereka
sukar memahami dan mencerna perkataan guru. Hal ini sebagaimana hadis yang
berasal dari Aisyah sebagai berikut:
حدثنا سليمان بن داود
المهري أخبرنا ابن وهب أخبرني يونس عن ابن شهاب أ عروة بن الزبير حدثه
:
أن عائشة زوج النبي صلى الله عليه و سلم قالت ألا يعجبك أبو هريرة ؟ جاء فجلس إلى
جانب حجرتي يحدث عن رسول الله صلى الله عليه و سلم يسمعني ذلك وكنت أسبح ( أسبح
أرادت أنها كانت تتنفل ) فقام قبل أن أقضي سبحتي ولو أدركته لرددت عليه إن
رسول الله صلى الله عليه و سلم لم يكن يسرد الحديث مثل سردكم .
قال الشيخ الألباني : صحيح
Artinya:
…sesungguhnya Rasulullah Saw dalam
berbicara tidak tergesa-gesa (hingga susah dipahami) seperti pembicaraan
kalian.
c.
Menunjukkan sikap lemah lembut dan kasih sayang kepada murid
Guru
harus menunjukkan dirinya sebagai orang yang selalu memperhatikan dan
mengupayakan kebaikan untuk para murid tanpa pamrih. Tidak membeda-bedakan
mereka, meskipun latar belakang mereka sangat beragam. Kasih sayang guru tidak
saja kepada murid yang patuh dan hormat, tetapi juga kepada murid yang nakal.
Guru dalam konteks kasih sayang ini tidak akan pernah merasakan terhina dan
rendah diri dihadapan guru. Allah berfirman dalam surat Al-Hasyr/59 ayat 9:
ويؤثرون على انفسهم ولو كان
بهم خصاصة ومن يوق شح نفسه فاولئك هم المفلحون
Artinya:
Dan mereka
mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka
memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari
kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Nabis
SAW juga mengingatkan agar pendidik menunjukkan sikap lemah lembut kepada
murid. Bukhari meriwayatkan:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
سَلاَمٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
أَبِى مُلَيْكَةَ عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها أَنَّ يَهُودَ أَتَوُا
النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالُوا السَّامُ عَلَيْكُمْ . فَقَالَتْ
عَائِشَةُ عَلَيْكُمْ ، وَلَعَنَكُمُ اللَّهُ ، وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ .
قَالَ « مَهْلاً يَا عَائِشَةُ ، عَلَيْكِ بِالرِّفْقِ ، وَإِيَّاكِ
وَالْعُنْفَ وَالْفُحْشَ »
Artinya:
…hendaknya kamu bersikap lemah lembut, kasih sayang, dan hindarilah sikap keras
serta keji.
Dalam hadis lain,
al-Ajiri meriwayatkan:
عرفوا ولا تعنفوا
Artinya:
Bersikaplah ma’ruf (baik) dan jangan kalian bersikap keras.
Muslim meriwayatkan dari Abu Musa
al-Asy’ari, bahwa Rasulullah mengutusnya bersama Mu’adz ke Yaman, lalu beliau
bersabda kepada mereka:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
عَبَّادٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو سَمِعَهُ مِنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِى
بُرْدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم-
بَعَثَهُ وَمُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ فَقَالَ لَهُمَا « بَشِّرَا
وَيَسِّرَا وَعَلِّمَا وَلاَ تُنَفِّرَا ».
Artinya:
…Gembirakan dan permudahlah. Ajarkanlah
ilmu dan janganlah kalian berlaku tidak simpati.
d. Sikap memuliakan,
menghormati dan tawadhu’ kepada guru
Sebagai
murid, maka guru harus diperlakukan lebih dari orang pada umumnya. Hal ini
karena para guru sesungguhnya pewaris para Nabi. Para guru mewariskan kepada
para muridnya ilmu, yang membuat murid mencapai pribadi utama. Nabi SAW
mengatakan, dengan diwariskannya ilmu kepada murid, maka murid mendapat
keberuntungan yang sangat besar. Nabi Saw bersabda:
أخبرنا يعقوب بن إبراهيم
ثنا يزيد بن هارون ثنا الوليد بن جميل الكتاني ثنا مكحول قال قال رسول الله صلى
الله عليه و سلم : فضل العالم على العابد كفضلي على أدناكم ثم تلا هذه الآية {
إنما يخشى الله من عباده العلماء } إن الله وملائكته وأهل سماواته وأرضيه
والنون في البحر يصلون على الذين يعلمون الناس الخير
…Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya, para
penghuni langit dan bumi, hingga semut yang ada di dalam tanah (di tempat tinggalnya) dan
ikan hiu yang ada di dasar laut mendo’akan kepada orang yang mengajarkan
kebaikan kepada manusia.
Peran
guru begitu besar untuk mengangkat murid dari kejahilan. Oleh karena itu sangat
pantas mereka mendapat penghormatan dari murid-muridnya. Guru (bahasa Arab: mu’allim)
bagaikan mengalirkan samudera ilmu di atas bumi yang tandus, dan membuat bumi
jadi subur, dipenuhi dengan tumbuh-tumbuhan hijau, sehingga menghasilkan
buah-buahan yang matang
Abuddin
Nata dan Fauzan mengatakan bahwa murid hendaklah menghormati, memuliakan dan
mengagungkannya karena Allah, dan berupaya menyenangkan hati guru dengan cara
yang baik. Murid juga mesti bersikap sopan dan mencintai guru karena Allah,
selektif dalam bertanya dan tidak berbicara kecuali setelah mendapat perkenan
dari guru. Jika murid melakukan kesalahan kepada guru, maka segera mengakuinya
dan meminta maaf kepada guru.
BAB III
UPAH DALAM MENGAJARKAN AGAMA
Artinya : “Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hal yang paling patut
kamu ambil upahnya ialah Kitabullah." Dikeluarkan oleh Bukhari”
Upah dalam kamus bahasa Indonesia
berarti uang dan sebagainya yang dibayarkan sebagai balas
jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan
sesuatu, atau dalam bahasa Arab disebut sebagi ujroh atau ajrun. Kata
ajrun sendiri dalam al-qur’an disebut sampai 33 kali, kata ajrun dalam
al-qur’an ada yang bermakna, pahala, balasan atau upah.
Dalam ilmu fiqih upah berkaitan erat dengan
aqad ijaroh ( persewaan) yang didefinisikan sebagai akad untuk
pemindahan hak guna (manfaat) sesuatu yang diketahui yang menerima
diserahkan dan diberikan dengan pembayaran sewa (ujrah), antara
pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa didikuti
pengalihan kepemilikan barang itu sendiri.
Artinya:
Dari Ibnu Umar RA. Bahwa
Rasulullah
SAW. bersabda:
"Berikanlah kepada pekerja upahnya sebelum mengering keringatnya."
(HR Ibnu Majah)
Agama adalah suatu peraturan Tuhan
yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal untuk dengan kehendak dan
pilihannya sendiri mengikutinya guna mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia dan
akherat. Yang dimaksud agama di sini adalah agama Islam, yang
bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits serta ilmu yang berkaitan dengan keagamaan.
Jadi mengajar ilmu agama adalah mengajarkan al-Quran atau hadits Nabi atau Ilmu
yang berhubungan dengan Islam, seperti Tauhid, Fiqih, Akhlak dan lain-lain.
Mengajarkan ilmu agama berarti menyampaikan kepada orang lain tentang kebenaran
seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. dan pengikutnya. Sebagaimana yang
terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis Nabi serta implementasinya dalam masyarakat
dan termasuk didalamnya adalah amar ma’ruf nahi munkar (memerintah yang baik
dan mencegah kemunkaran)
Pendapat ulama tentang upah dalam
mengajarkan agama :
Pendapat
Sayyid Sabiq : Para ulama memfatwakan tentang kebolehan mengambil upah
yang dianggap sebagai perbuatan baik, seperti pahala pengajar alquran,
guru-guru disekolah dan yang lainnya diperbolehkan mengambil upah karena mereka
membutuhkan tunjangan untuk dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya,
mengingat mereka tidak sempat melakukan pekerjaan lain seperti berdagang,
bertani, dan yang lainnya dan waktunya tersisa untuk mengajarkan alquran.
Pendapat Madzhab
Hambali : Madzab Hambali Mengambil upah dari pekerjaan azan, qomat,
mengajarkan Al Quran, fiqh, hadis, adalah tidak boleh, diharamkan bagi
pelakunya. Namun, bolehmengambil upah dari pekerjaan tersebutjika termasuk
kepada mashalih, sepertimengajarkan Al Quran, hadis, dan fiqh dan haram
mengambil upah yang termasuk kepada taqarrub seperti membaca Al Quran, shalat,
dan yang lainnya.
Pendapat Ibnu Hazm : ibnu Hazm
Membolehkan pengambilanupah sebagai imbalan mangajarAl Quran dan pengajaran
ilmu, baik secara bulanan maupun sekaligus karena nash yang melarang tidak ada.
Pendapat Abu Hanifah dan
Imam Ahmad :
Melarang pengambilan upah dari tilawah Al Quran dan mengajarkannya bila kaitan
pembacaan dan pengajarannya dengan taat atau ibadah.
Pendapat Imam Maliki : Boleh
mengambil imbalan dari pembacaan dan pengajaran Al Quran.
Pendapat Imam Syifi`i : Pengambilan upah
dari pengajaran fiqh, hadis, menggali kuburan, memandikan mayat, dan membangun
madrasah adalah boleh.
KESIMPULAN
Keseluruhan
istilah anak didik dalam perspektif hadits mengacu pada satu pengertian, yaitu
orang yang sedang menuntut ilmu, tanpa membedakan ilmu agama atau ilmu
umum.Karakteristik peserta didik dalam perspektif hadits adalah: peserta didik
menjadikan Allah sebagai motivator utama dalam menuntut ilmu, mendalami
pelajaran secara maksimal, mengadakan perjalanan (rihlah, comparative study)
dan melakukan riset, bertanggung jawab mengajarkan ilmunya kepada orang lain,
dan ilmu itu harus dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat dan agama. Tugas dan
tanggung jawab murid adalah: mengutamakan ilmu yang mempunyai kemaslahatan
paling besar untuk agama umat dan kehidupan akhirat, mengulangi pelajaran, ikut
bertanggung jawab pada pendanaan pendidikan jika ia mampu, mematuhi peraturan
yang berlaku, mengutamakan menuntut ilmu dari pada amalan sunat lainnya, dan
lain-lain.
Mengenai pengambilan upah dalam mengajarkan
agama terjadi perbedaan pendapat dikalangan paraulama, seperti imam Hanafi yang
tidak membolehkan, kemudian imam Syafi`I, Maliki, Ibnu Hazm yang membolehkan,
imam Hambali membolehkan ketika perbuatannya termasuk mashalih, dan
mengharamkan ketika perbuatannya tergolong taqorrub.
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya
makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang
budiman pada umumnya.